Bahagia

Menurut Aristoteles tujuan dan makna tertinggi manusia adalah kebahagiaan. Dapat dikatakan kebahagiaan adalah pengejaran utama manusia. Penyebab seseorang menjadi bahagia tentu berbeda, bagi sebagian orang mereka bahagia jika mereka memiliki karir bagus dan banyak uang, sebagian bahagia jika mereka memiliki keluarga yang ideal, sebagian bahagia jika bisa pergi ke suatu tempat yang mereka impikan, bahagia jika memiliki gelar yang “banyak” dan lulus dari universitas yang bagus. Mungkin bagi yang “rohani,” mereka bahagia jika bisa memiliki pelayanan yang besar dan jadi pembicara terkenal. Dsb nya.

Namun jika kita amati dan renungkan andaipun kita meraih apa yang kita impikan kebahagiaan itu bersifat sementara dan biasanya tidak tahan lama. Ada seseorang yang saya kenal mendapatkan hadiah mobil yang sangat dia suka dari orang tuanya, begitu sukanya dengan mobil tersebut, dia sampai mencuci mobilnya sendiri, padahal dia punya supir dan pegawai yang bisa dia suruh untuk mencuci. Tapi tidak sampai satu bulan, orang ini tidak lagi mencuci mobilnya sendiri, mobil barunya sepertinya tidak membuat dia bahagia lagi. Begitu pula dengan mereka yang punya pacar baru. Sebelum pacaran mereka pikir “kalau gua pacaran sama dia, gua pasti bahagia bangat.” Dan umumnya bahagia bangatnya itu tidak sampai satu bulan :). Begitu juga dengan mereka yang menikah. Ada teman saya jika lagi “kumat” atau tidak “waras” suka ngomong “andai saja bisa gua ulang lagi.”  Kierkegaard beberapa ratus tahun lalu pernah berkata “menikah kamu akan menyesal dan tidak menikah pun kamu akan menyesal.” Terlepas dari kesinisannya Kierkegard, selama kita masih tinggal dalam daging yang berdosa ini memang akan selalu ada penyesalan.

Apa yang alkitab mengajarkan tentang kebahagiaan? Iya, alkitab juga menasihati bagaimana seseorang agar bisa memiliki kebahagiaan, misalnya saja khotbah di bukit dalam Matius 5: 3-12. Kita bisa mendapatkan kebahagiaan dalam hidup ini, apakah itu melalui materi, hubungan, pencapaian. Namun yang perlu kita sadari semua kebahagiaan ini  selalu bersifat sementara. Tidak ada di antara kita yang bisa terus tertawa selama 24 jam meskipun dia memakai ganja (mendorong kita untuk tertawa). Entah bagaimana setelah kita merasa bahagia atau tertawa dalam kurun waktu tertentu kemudian kita akan menghadapi pergumulan baru atau situasi yang sulit.

Sebahagia apapun kita hari ini esok hari akan tetap ada pergmulan lagi. Seterbahak-bahak tawa kita hari ini, mungkin esok kita akan meratap dan menangis. Mengapa demikian? karena kita hidup di dalam dunia yang jatuh dalam dosa. Tidak ada kebahagiaan yang permanen di dunia ini. Segala sesuatu bisa mengecewakan dan menyedihkan. 

Tadi sore saya ketemu dengan dua orang yang menurut saya adalah sekumpulan orang yang paling tidak “beruntung” yang pernah saya temui. Saya berpikir “bagaimana ya kalau saya yang jadi mereka? Bagaimana ya mereka menjalani hari-harinya? Mengapa Tuhan mengizinkannya ya?” Kita mungkin berpikir bagaimana kita bisa mendapatkan kebahagiaan kita, sementara mereka berpikir saja saya rasa sulit. Lalu apa tujuan hidup mereka? Mengapa mereka tetap hidup? Penderitaan saya tidak ada artinya dibanding mereka. 

Sempat terpikir oleh saya bahwa keberadaan saya dan mereka memiliki hubungan simbiosis mutualisme, sebuah hubungan yang saling menguntungkan. Bagi saya mereka adalah sarana yang Tuhan sediakan untuk saya bisa mendapatkan kebahagiaan, karena bagi saya (bukan sok rohani) hidup ini bahagia kalau kita bisa melayani Tuhan. Tanpa melayani Tuhan, saya tidak tahu lagi harus apa dalam hidup ini. Sia-sia saya rasa semuanya. Saya pernah mengecap kebahagiaan dunia ini, dalam suatu waktu saya pernah hidup untuk memuaskan seluruh keinginan daging saya, yang berujung pada kekosongan. Tetapi kebahagiaan dalam melayani Tuhan itu akan membuat kita penuh dan juga memiliki dampak pada kekekalan.

Jangan habiskan hidup kita untuk kebahagiaan sementara di hari-hari yang akan didatangi malapetaka, kejarlah kebahagiaan dalam melayani Tuhan. Saya belum pernah baca ada orang yang menyesal karena melayani Tuhan. Tetapi banyak yang menyesal karena menyia-nyiakan waktu yang diberikan Tuhan.

Comments

Popular posts from this blog

Masih Adakah Pewahyuan Sekarang Ini?

Sebuah Biografi Singkat Mengenai Kehidupan John Wesley

Sebuah kajian kritis terhadap doktrin pre-tribulasi rapture