Sebuah Biografi Singkat Mengenai Kehidupan John Wesley
Leonard Ravenhill
seorang pengkhotbah kebangunan rohani yang terkenal di dalam suatu khotbahnya
di sebuah konferensi kebangunan rohani tiba-tiba bertanya kepada orang-orang
yang menghadiri konferensi tersebut “apakah anda tahu apa yang terjadi pada
tanggal 24 Mei 1738?” Itu adalah hari dimana John Wesley berkata “saya merasa
hati saya secara aneh menjadi hangat. Saya merasa bahwa saya telah percaya
kepada Kristus.”[1]
Hari itu begitu penting bagi Leonard Ravenhill dan hari itu juga merupakan hari
yang bersejarah seperti pendapat sejarahwan William Lecky bahwa apa yang
terjadi pada hari itu dimana kepastian keselamatan menyinari hati salah seorang
yang memiliki kemampuan paling hebat dan paling intelek di Inggris telah
membentuk sebuah masa baru dalam sejarah Inggris.[2]
Ada beberapa orang
yang mengatakan kisah John Wesley merupakan kisah yang menarik untuk di tulis,
oleh karena itu banyak buku yang telah di tulis mengenai dirinya. Salah satu
alasannya adalah mungkin karena tidak seperti para pahlawan kristen terkenal
lainnya yang biasanya memiliki umur yang singkat dan masa pelayanan yang
singkat seperti David Brainerd, Robert Murray McChyene, Henry Martin. Namun
John Wesley memiliki usia dan masa pelayanan yang cukup panjang, yang banyak
memuat kisah menarik dan apa yang telah dia lakukan di dalam kehidupannya.
Salah satu yang
paling mencolok dalam kehidupannya bahkan pra-Aldersgate adalah John Wesley
merupakan seseorang yang sungguh-sungguh mencari Allah dan berusaha semaksimal
mungkin untuk hidup bagi Allah dengan apa yang dia mengerti dan pahami. Tidak
ada yang meragukan kalau John Wesley bisa dengan yakin bersama Oswald Chambers
berkata “Pengabdianku bagi kemuliaan-Nya”[3] Karena memang kehidupan
John Wesley adalah sebuah kehidupan yang diabdikan bagi Allah. Untuk itu sangat
menarik untuk mempelajari lebih lagi mengenai kehidupan abdi Allah ini. Kiranya
tulisan ini bisa menjadi berkat. Amin.
Masa
Kecil dan Keluarga
John Wesley lahir di
Epworth, Lincolnshire pada tanggal 17 Juni 1703. Latar belakang keluarga John
Wesley berasal dari keluarga yang terpelajar. Ayahnya Samuel Wesley merupakan
seorang pendeta dari gereja Anglikan. Ayahnya dan kakeknya dan sebagaimana John
Wesley kelak, merupakan lulusan Oxford sebuah universitas yang memiliki
reputasi sebagai salah satu universitas terbaik di dunia bahkan sampai sekarang
ini. Ibunya Susanna Wesley juga berasal dari keluarga terpelajar ayahnya Dr.
Samuel Annesley merupakan pendeta gereja Non-konformis yang terkenal, dia juga
merupakan lulusan Oxford. Di zaman itu pendidikan bagi wanita kurang
diperhatikan, namun demikian Susanna Wesley merupakan seorang wanita yang
intelek yang tidak takut untuk berdiskusi teologi, dan dia juga adalah seorang
pengagum filsuf John Locke.
Orang tua John Wesley
memiliki banyak anak, John Wesley sendiri merupakan anak kelima belas dari
sembilan belas anak yang dilahirkan ibunya. Namun sembilan di antaranya
meninggal ketika masih bayi. Keluarga Wesley sering mengalami masalah keuangan
walaupun Ayahnya Samuel memiliki gaji 130 Pound pertahunnya, sebuah gaji yang
cukup layak untuk saat itu. Tapi akibat banyaknya anak yang mereka miliki maka
pengeluaran mereka juga semakin besar, mereka juga memperkerjakan di rumah
mereka dari tukang masak sampai pengasuh anak. Sewaktu John Wesley lahir pada
tahun 1703 kondisi keuangan keluarga mereka benar-benar semakin memburuk,
ayahnya Samuel Wesley terlilit hutang sampai dia pernah masuk penjara akibat
hutang yang belum dibayarnya.
Di tengah kesusahan yang seperti inilah John
Wesley bertumbuh. Dan segala sesuatunya kemudian menjadi bertambah buruk ketika
pastori yang di tempati keluarga mereka terbakar habis pada suatu malam di
musim dingin tahun 1709 ketika John Wesley masih berumur lima tahun. Saat
pastori terbakar semua orang yang ada di dalam rumah tersebut telah keluar
menyelamatkan diri mereka kecuali John Wesley. Ketika keluarganya sadar bahwa
John Wesley masih di dalam rumah, mereka telah kehilangan harapan John Wesley
bisa selamat dari kebakaran tersebut. Sampai keluarga mereka telah berdoa
menyerahkan John Wesley kepada Tuhan. Tetapi di menit-menit terakhir ada
seorang tetangganya, dengan berdiri di atas pundak kawannya, menolong John
Wesley dari sebuah jendela di tingkat dua. Saking takjubnya ayahnya John Wesley
bisa di selamatkan, ayahnya berkata “anak ini merupakan sebuah puntung yang
telah ditarik dari api.”(Zak. 3:2). Peristiwa ini begitu membekas bagi John
Wesley sehingga dia beberapa kali menggunakan peristiwa ini sebagai ilustrasi
dalam khotbahnya.
John Wesley bertumbuh dalam lingkungan yang
sangat religius karena pengaruh orang tuanya yang memang religius. Seperti
telah dikatakan sebelumnya Susanna Wesley merupakan seorang wanita yang
terpelajar, dan oleh karena itu dia juga sangat mementingkan pendidikan
anak-anaknya. Setiap anak diwajibkan untuk belajar membaca sewaktu mereka masih
kecil supaya mereka segera dapat membaca alkitab. Bahkan Hetty kakaknya John
Wesley sudah dapat membaca perjanjian baru dalam bahasa Yunani sewaktu berusia
delapan tahun.[4]
Susanna Wesley mengajarkan disiplin pada anak-anaknya, tidak heran kalau John
Wesley di kemudian hari menjadi seseorang yang sangat disiplin mengenai
kehidupannya.
John
Wesley seseorang yang cerdas
Satu hal yang akan kita temukan menonjol saat
kita menelusuri kehidupan John Wesley adalah kalau dia adalah seorang yang
dikaruniakan Tuhan kecerdasan yang luar biasa, oleh karenanya sangat beralasan
jika sejarahwan William Lecky mengatakan kalau John Wesley merupakan salah satu
orang yang paling intelek yang ada di Inggris di masa itu. Leonard Ravenhill
berpendapat bahwa sangat mungkin kalau John Wesley tidak menjadi hamba Tuhan
dia akan menempati posisi sangat terhormat dalam pemerintahan Inggris. Namun
John Wesley menggunakan kecerdasannya untuk melayani Tuhan.
Setelah John Wesley mendapat pendidikan yang
baik di rumah pada saat dia berusia sebelas tahun dia memasuki pendidikan
formal di sekolah Charterhouse, London. Di sekolah ini John Wesley diwajibkan
untuk berbicara dalam bahasa Latin sepanjang hari serta belajar bahasa Yunani
dan Ibrani. Di kemudian hari John Wesley memang dikenal sebagai orang yang
memiliki kemampuan dalam bidang lingusitik, yang mana dia bisa membaca dan
berbicara dalam delapan bahasa asing, bahkan dia menulis grammar dalam delapan
bahasa asing tersebut: Latin, Yunani, Ibrani, Perancis, Jerman, Itali, Belanda,
Spanyol. Hal ini membuat dia dapat membaca dalam lebih banyak bahasa
dibandingkan Martin Luther, John Calvin, Jonathan Edwards, Joseph Butler atau
Immanuel Kant.[5]
John Wesley menyelesaikan pendidikannya
dengan sangat baik di sekolah Charterhouse sehingga dia diberikan beasiswa
untuk memasuki perguruan tinggi. John Wesley akhirnya mendaftarkan diri di
Oxford dan dia diterima. Di Oxford pun John Wesley mencapai prestasi yang
memuaskan dia terpilih sebagai fellow (dosen tutor) yang memungkinkan dia untuk
di tahbiskan menjadi deacon (pendeta muda). Setelah dia mendapat gelar Bachelor
of Arts dia melanjutkan studi untuk mencapai gelar Master of Arts.[6] Selama di Oxford John
Wesley memberikan kuliah dari Agama, Yunani sampai Filsafat. Selama di Oxford
sewaktu menjadi dosen dia sempat memberikan mata kuliah Yunani, Agama sampai
Filsafat. John Wesley memang sangat tertarik dengan dunia intelektual, sampai
dia pernah berkata “ada dua hal yang paling saya inginkan di dunia ini, pertama
saya ingin menjadi kudus dan kedua saya ingin menjadi seorang sarjana.[7]
Kalau kita suka membaca sejarah gereja kita
akan sering menemukan tokoh-tokoh kristen yang cerdas. Tapi sangat jarang kita
mengetahui ada seorang teolog cerdas tapi di saat bersamaan di juga adalah
seorang pengkhotbah yang berapi-api dan seorang pelopor kegerakkan yang
mengguncang dunia. Umumnya orang-orang Reformed kadang menganggap orang-orang
di luar kalangan mereka kurang terpelajar di bandingkan mereka. Tapi kalau
bandingannya adalah John Wesley yang adalah seorang Armenian tulen, mereka
tidak akan pernah bisa mengatakan John Wesley adalah bukan seorang yang
terpelajar. Dan yang agak menariknya juga selama seperti pernah dikatakan
Martyn Llyod Jones selama pelayanannya John Wesley yang terpelajar ini umumnya
kebanyakan melayani orang-orang yang tidak terpelajar seperti dirinya. Dan hal
ini merupakan kebalikan dengan D.L Moody yang tidak terpelajar tapi melayani
orang-orang yang terpelajar dimana D.L Moody suatu waktu pernah berkhotbah
dengan penuh kuasa kepada orang-orang yang paling intelek di Oxford.[8]
John
Wesley sebagai seseorang yang sungguh-sungguh mencari kebenaran
Walaupun John Wesley hidup dan tumbuh dalam
lingkungan yang sangat religius namun dia sendiri mempertanyakan
keselamatannya. Hal yang sama yang terjadi para Martin Luther. Latar belakang
kedua orang ini boleh dikatakan mirip. Mereka memiliki beberapa kesamaan
sewaktu mereka belum di selamatkan, pertama
hidup dalam lingkungan religius, kedua
banyak melakukan perbuatan religius, ketiga
mereka terus mempertanyakan keselamatan mereka yang membuat mereka terus
mencari kebenaran. Dan hal ketiga inilah yang jarang dilakukan orang.
Kebanyakan orang saat mereka melakukan perbuatan religius seperti rajin pergi
ke gereja saja dan tidak melakukan perbuatan dosa “besar” kebanyakan mereka
sudah merasa selamat dan puas akan diri mereka. Mungkin kalau Martin Luther
atau John Wesley saat mereka belum bertobat menjadi anggota sebuah gereja di
zaman ini, kebanyakan pendeta akan dengan sangat yakin mengatakan kalau mereka
sudah selamat. Namun tidak demikian dengan Martin Luther dan John Wesley,
mereka meragukan dan menyelidiki diri mereka walaupun mereka adalah orang yang
sangat religius. Mungkin pencarian akan kebenaran yang sungguh-sungguh yang
membuat orang-orang seperti Martin Luther atau John Wesley dipakai Tuhan dengan
luar biasa.
John Wesley sendiri sedari kecil sudah
membaca buku-buku rohani. Dan setelah tiba di Oxford pencarian akan kebenaran
itu dalam suatu titik bisa dikatakan menjadi akut. Pada saat-saat itu dia juga
mempertanyakan orang-orang Lutheran dan Calvinist yang extreme yang seakan-akan
menghilangkan perbuatan baik dari ajaran mereka, mungkin hal ini karena mereka
ingin “melindungi” doktrin pembenaran oleh iman. Dampak dari ajaran yang tidak
seimbang ini tampak pada kehidupan kebanyakan orang dari gereja arus utama saat
itu yang tidak memiliki kehidupan yang saleh. Hal ini membuat John Wesley tidak
puas dan mencari-cari. Pada tahun 1725 dia mulai fokus membaca orang-orang
pietist yang menekankan kehidupan yang saleh seperti bukunya Thomas à Kempis
“De Imitatione Christi.”[9] Yang mengajarkan dia bahwa
agama yang sejati itu terletak di hati dan hukum Allah itu juga menjangkau
pikiran kita sebagaimana tindakan dan perbuatan kita. Dan menjadi seorang
kristen itu berarti memiliki perubahan hati yang sepenuhnya dan tidak ada
dengan apa yang di sebut orang kristen setengah-setengah – seseorang apakah
bergerak mendekati Tuhan atau dia bergerak menjauhi Tuhan.[10] Selain itu dia juga
membaca buku Jeremy Taylor “The Rules of Holy Living and Dying” yang
menginspirasi dia untuk hidup dengan disiplin dengan menggunakan waktu dan juga
merenungkan apa yang telah dilakukannya sepanjang hari seperti yang suka di
catat dalam jurnal hariannya. Pada tahun 1730 dia juga mulai membaca bukunya
William Law[11]
yang terkenal “Serious Call to a Devout and Holy Life” yang menekankan tinggi,
dalam dan lebarnya hukum Allah, sebuah buku yang juga mempengaruhinya. Pada
tahun 1732 akhirnya John Wesley bertemu langsung dengan William Law. William
Law lalu memperkenalkan tulisan-tulisan orang mistik seperti Madame Guyon,
Antoinette Bourignon, François Fénelon dan Gaston Jean Baptiste de Renty.
William Law juga sempat menjadi mentor John Wesley walau di kemudian setelah
John Wesley mengalami kepastian akan keselamatannya mengkritik pengajaran
William Law. Tapi John Wesley tetap menghormati William Law dimana dia suka mengutip
William Law dalam khotbah-khotbahnya dan bahkan mempublikasikan tulisan William
Law. Beberapa sejarahwan dan penulis biografi Wesley berpendapat bahwa
buku-buku ini mempersiapkan Wesley untuk membuat peraturan-peraturan hidup
kudusnya yang akan dia buat di kemudian hari.[12]
Dari apa yang telah di paparkan di atas kita
bisa melihat bahwa John Wesley berupaya sungguh-sungguh dalam mencari
kebenaran. Dia melakukan apapun untuk mendapatkan kebenaran, dengan dia membaca
buku apa saja yang dia anggap dapat menuntun dia kepada kebenaran tanpa
memandang latar belakang doktrin penulis yang doktrinnya mungkin dia tidak
setuju. Hal ini jarang di lakukan oleh kebanyakan oleh orang kristen sekarang
ini, biasanya seseorang yang sudah “fanatik” dengan sebuah doktrin akan malas
membaca orang-orang yang doktrinnya mereka tidak setuju. Oleh karenanya
orang-orang seperti ini biasanya berpandangan sempit dan cenderung menganggap
diri mereka yang paling benar. Orang yang sungguh-sungguh mencari kebenaran itu
akan terlihat seperti orang yang haus dan lapar sebagaimana John Wesley haus
akan kebenaran. Dan berbahagialah John Wesley, karena Tuhan Yesus berkata
“Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan
dipuaskan.” k(Mat. 5:6) Karena firman itu digenapi dalam kehidupannya dimana
dia akan menemukan kebenaran yang dia cari.
John
Wesley akhirnya menjadi kristen di jalan Aldersgate
Di dalam jurnal
hariannya dia pernah mengatakan bahwa sebelum peristiwa tanggal 24 Mei 1738 dia
belum pernah menjadi kristen, tentu pernyataannya ini mengejutkan dan membuat
marah banyak orang yang mengenalnya. “Bagaimana bisa seseorang yang demikian
religius belum menjadi kristen?’ mungkin seperti itu pendapat banyak orang yang
mengenalnya. Setelah membaca buku-buku orang-orang pietist yang menekankan
kekudusan John Wesley tetap tidak yakin akan keselamatannya sendiri, walau saat
itu dia sudah berkhotbah bahkan sempat menjadi misionaris ke Amerika. Sebuah
perjalanan misi yang gagal menurutnya. Namun di dalam perjalanan pergi dalam
pelayaran ke Amerika inilah John Wesley melihat iman orang-orang yang telah di
selamatkan, yaitu iman orang-orang Moravia yang sederhana. Yang mana peristiwa
ini membuat dia semakin meragukan kalau dia sudah di selamatkan.
Setelah beberapa
waktu dalam pelayaran menuju Amerika kapal yang di tumpangi John Wesley di
terjang badai yang sangat ganas sehingga banyak orang di kapal tersebut
ketakutan karena mereka yakin akan mati. Realitas kematian yang sedang
mengintai John Wesley membuat dia sadar kalau dia tidak mempunyai jaminan
keselamatan. Dia takut akan kematian, dia tidak ingin mati dan dia malu
mengakuinya. Namun di tengah bahaya kematian yang mendekat itu John Wesley
melihat sekelompok orang Moravia yang tetap tenang bahkan menyanyikan Mazmur.
John Wesley bertanya kepada salah seorang dari mereka “apakah anda tidak
takut?” orang itu menjawab “puji Tuhan, tidak.” Kemudian Wesley bertanya lagi
“tetapi apakah anggota kelompok anda yang perempuan dan anak-anak takut?.”
Orang itu berkata dengan lembut “Tidak, mereka tidak takut mati.”[13] Peristiwa itu sangat
membekas pada diri John Wesley dan semenjak itu dia memiliki ketertarikan untuk
lebih mengenal dan mengetahui orang-orang Moravia dan iman mereka. Sebelum
mencapai Amerika dia menulis “Saya pergi ke Amerika untuk membuat orang-orang
Indian bertobat; tapi oh! Siapa yang akan membuat saya bertobat…saya dapat
mengatakan hal-hal baik…sewaktu bahaya tidak mendekat; tapi kalau kematian itu
di depan mata, roh saya menjadi gelisah. Tidak juga saya dapat berkata, “mati
adalah keuntungan.”[14]
Ketika dia kembali lagi ke Inggris pada
tanggal 1 Februari 1738 setelah menjadi misionaris yang gagal sekitar tiga
tahun di Amerika. Enam hari setelah dia berada di Inggris dengan anugerah Tuhan
John Wesley bertemu dengan seorang Moravia yang bernama Peter Bohler. Peter
Bohler inilah yang berperan besar dalam pertobatan John Wesley. Mereka
menghabiskan banyak waktu membicarakan keadaan jiwanya John Wesley dan
bagaimana bisa seseorang dapat diselamatkan dan memiliki sebuah kehidupan yang
kudus. Akhirnya setelah beberapa waktu berdiskusi dengan John Wesley, Peter
Bohler akhirnya mengidentifikasi apa yang menjadi masalah Wesley sebenarnya. Wesley
bukan kekurangan iman, tapi dia tidak memiliki iman sama sekali. Menurut Bohler
tidak ada yang namanya tingkatan iman, kita memiliki iman atau tidak memiliki
iman sama sekali. Iman yang sejati menurut Bohler di sertai oleh adanya jaminan
keselamatan. Wesley sangat sulit menerima hal ini, penyebab utamanya adalah
mungkin karena dia begitu banyak membaca buku-buku tentang hidup kudus yang
menekankan perbuatan. Akhirnya setelah diskusi yang panjang John Wesley yakin
kalau dia tidak memiliki iman sama sekali, yang membuat dia merasa tidak layak
untuk berkhotbah lagi. Namun Peter Bohler berkata kepadanya “tetap berkhotbah
saudara, berkhotbahlah tentang iman, dan kemudian karena engkau memilikinya,
engkau akan berkhotbah tentang iman.” Lalu John Wesley segera mengkotbahkan
“doktrin baru” ini dan banyak teman-temannya heran dan tidak setuju, namun dia
tetap melakukannya.
Peter Bohler kemudian meninggalkan Inggris
dengan pergi ke Amerika. Tapi pengaruh apa yang Bohler ajarkan tentang iman
terus berlanjut salah satu yang mengalami dampaknya adalah Charles Wesley adik
dari John Wesley. Di tengah-tengah pergumulan rohaninya ketika dia terbaring di
tempat tidur Charles Wesley merasakan hatinya berdebar dengan aneh yang
memampukan dia berkata “aku percaya, aku percaya.” Dan dia mendapati dirinya
berdamai dengan Allah. Setelah John Wesley mendengar kabar yang mengejutkan
mengenai keselamatan yang di alami saudaranya hatinya semakin menderita. John
Wesley terus mencari Tuhan akhirnya pada tanggal 24 Mei 1738, tiga hari dari
hari pertobatan saudaranya dia sendiri mengalami hari yang penuh berkat
tersebut di jalan Aldersgate. Pada jam lima pagi di hari itu ketika John Wesley
membuka alkitab dia membaca teks “Dengan jalan itu Ia telah menganugerahkan
kepada kita janji-janji yang berharga dan yang sangat besar, supaya olehnya
kamu boleh mengambil bagian dalam kodrat ilahi (2 Pet. 1:4). Begitu ingin
keluar dia membaca lagi “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!” (Mark. 12:34).
Sore harinya setelah ke gereja St. Paul dia malas sekali untuk datang ke
persekutuan di jalan Aldersgate dimana ada orang yang membacakan pendahuluan
tafsiran Luther untuk surat Roma. Namun kira-kira jam setengah sembilan saat
orang tersebut membacakan bagian tentang perubahan hati yang Allah lakukan melalui
iman di dalam Kristus, John Wesley berkata “saya merasa hati saya secara aneh
menjadi hangat. Saya merasa bahwa saya telah percaya kepada Kristus.” Setelah
peristiwa itu John Wesley berkata kepada orang-orang bahwa sebelum peristiwa
itu dia belum menjadi kristen,[15] setelah peristiwa itulah
dia menjadi kristen. Walaupun setelah peristiwa itu dia juga kembali meragukan
kalau dirinya kristen tapi hal ini lebih dikarenakan pemahaman teologinya saat
itu belum matang dimana dia tidak membedakan antara jaminan keselamatan dan
iman. Setelah dia menjadi matang dalam teologinya dia memahami ada tingkatan
dalam iman, dimana orang kristen yang memiliki iman pun kadang di serang oleh
ketakutan dan keraguan. Dalam hal ini dia mulai berbeda dengan apa yang di
percaya orang Moravia. Dan semenjak hari itu John Wesley semakin berapi-api
untuk mengkhotbahkan tentang iman kepada Kristus yang menyelamatkan.
John
Wesley mengalami lawatan Allah
Setelah John Wesley
mengalami keselamatan dia terus berkhotbah di gereja-gereja yang mengundangnya
tapi kalau kita membaca jurnal hariannya tidak ada keterangan kalau ada orang
yang bertobat melalui khotbahnya dan juga kebanyakan gereja tempat dia
berkhotbah melarangnya untuk berkhotbah kembali disitu karena dia berkhotbah
mengenai keselamatan oleh iman. John Wesley saat-saat itu boleh dikatakan
memiliki doktrin yang benar tapi dia tidak memiliki kuasa untuk berkhotbah. Hal
ini terus berlanjut sampai peristiwa dimana John Wesley bersama anggota
kelompok Metodhist awal seperti George Whitefield, Charles Wesley, Benjamin
Ingham dan sekitar enam puluh orang lainnya memutuskan untuk menyambut tahun
1739 dengan puasa dan berdoa semalaman dimana Allah melawat mereka. Mungkin
peristiwa ini merupakan pengalaman Pentakosta orang Methodist.
Di kemudian hari John
Wesley menceritakan tentang peristiwa itu “Sekitar jam tiga pagi selagi kami
terus berdoa, kuasa Allah datang dengan penuh kuasa atas kami, begitu hebatnya
sehingga banyak yang berseru karena suka sukacita yang besar dan banyak yang jatuh
sampai ke tanah.” George Whitefield juga
bercerita bagaimana peristiwa doa semalaman itu merupakan peristiwa yang
penting bagi kehidupan rohani mereka dan apa yang akan mereka lakukan “kami
terus berdoa dan berpuasa sampai jam tiga pagi lalu kemudian kami berpisah
dengan keyakinan bahwa Allah akan melakukan hal-hal yang besar di antara kami.”[16] Dan apa yang dikatakan
George Whitefield akan segera menjadi kenyataan dimana Inggris akan mengalami
kebangunan rohani. Dan yang agak menarik ayah John Wesley sebelum meninggal
seperti bernubuat tentang kebangunan rohani yang akan terjadi Inggris. Samuel
Wesley berkata demikian kepada Charles Wesley sebelum meninggal “tetaplah kuat.
Iman kristen pasti akan mengalami kebangkitan di Inggris; engkau akan
melihatnya, walaupun aku tidak akan melihatnya.”[17]
John
Wesley sebagai pengkhotbah
Sebagai seorang
pengkhotbah John Wesley memiliki tipikal khotbah yang sederhana tapi khotbahnya
penuh dengan argumen yang sulit dibantah. Melihat latar belakang pendidikan dan
kemampuan intelektual John Wesley mungkin akan aneh kalau seseorang dengan
kapasitas intelektual yang mumpuni seperti Wesley berkhotbah dengan sederhana.
Karena kebanyakan yang penulis tahu biasanya saat seseorang memiliki gelar
teologi khotbahnya akan makin sulit dimengerti dan akan muncul berbagai macam
bahasa yang asing bagi kebanyakan orang. Lalu mengapa John Wesley memiliki
khotbah yang sederhana? tentu saja ada alasannya.
Pernah suatu kali
dalam awal-awal pengalaman John Wesley berkhotbah kepada sebuah jemaat di
sebuah desa, namun jemaat di gereja tersebut mendengarkan dengan mulutnya
termangap-mangap, karena tidak mengerti apa yang dia sampaikan. Semenjak itu
dia mencoba mengintropeksi khotbahnya sendiri. Dia mencoba membacakan
khotbahnya kepada seorang pelayan yang pintar, dan meminta pelayan itu bilang
kalau ada yang tidak dia mengerti. Selagi Wesley membacakan khotbahnya pelayan
itu sering berkata tidak mengerti. Dan John Wesley seringkali tidak sabar, lalu
dia mengubah kata-kata yang sulit itu menjadi sesederhana mungkin agar bisa
dimengerti. Namun khotbah John Wesley yang sederhana itu membuat dunia
memberikan perhatian sebagaimana yang dikatakan Henry Moore teman dekatnya saat
pertama mendengar khotbah Wesley “saya heran bagaimana orang yang berkhotbah dengan
sederhana seperti itu bisa membuat dunia ribut.” Banyak orang bertobat melalui
khotbahnya John Wesley
Suara John Wesley
dalam berkhotbah juga tidak keras tapi suaranya bisa terdengar jelas sampai
jarak sekitar 128 meter. Khotbah John Wesley adalah khotbah penuh kuasa
sebagaimana yang kita bisa baca dari jurnal hariannya. Leonard Ravenhill
berkomentar tentang khotbahnya “Wesley mungkin memiliki beberapa kekurangan
dalam berkhotbah dan api seperti yang dimiliki Whitefield, namun tidak
seorangpun yang akan mempertanyakan urapan yang ada di dalam khotbahnya. Wesley
memiliki kuasa, melalui khotbahnya orang-orang “dibantai” Tuhan.”[18] Seorang penulis tidak
dikenal menulis menggambarkan John Wesley sebagai pengkhotbah dengan kata-kata
berikut ini “Terimalah kebebasan, penuhi tugasmu, lukai dan sembuhkan;
runtuhkan dan bangunlah kembali. Jangan terbelenggu dengan waktu; jangan
akomodir kenyamanan orang; jangan hindari prasangka orang; jangan tunduk pada
apa yang menyenangkan orang walaupun engkau akan di tinggalkan semua temanmu
dan membuat musuhmu bergembira. Khotbahkan injil; bukan injil akhir zaman atau
injil zaman ini, tapi injil kekekalan.”
Wesley tidak puas dengan hanya berkhotbah menyampaikan kebenaran
ortodoksi yang mati, Wesley ingin orang yang mendengar khotbahnya mengalami
anugerah, bertobat dan mengalami perjumpaan pribadi dengan Allah. Dia rela
mengesampingkan teknik pelatihan akademik yang diterimanya untuk memakai cara
lain agar dapat menjangkau banyak orang.[19]
John Wesley dalam
satu hari bisa berkhotbah sampai lima kali. Mulai dari khotbah di dalam gereja,
lapangan terbuka bahkan sampai di kuburan ayahnya sendiri. Di dalam
menyampaikan khotbah kadang dia bisa berkhotbah dua sampai tiga jam, namun di
akhir-akhir hidupnya dia jarang berkhotbah lebih dari tiga puluh menit. Dan
tidak seperti kebanyakan pengkhotbah “terkenal” sekarang yang umumnya hanya mau
berkhotbah kepada jemaat yang banyak. John Wesley melayani siapapun yang ada
walau hanya beberapa orang di sebuah rumah. Tapi dalam lain kesempatan dia bisa
berkhotbah kepada sekitar 20,000 orang sekaligus. Ini adalah hal yang cukup
menakjubkan mengingat di zaman itu belum ada sound system pengeras suara. Dan
selama karirnya menjadi pengkhotbah John Wesley telah berkhotbah lebih dari
40.000 kali dan mengendarai kuda lebih dari 400.00 KM.
Pelayanan
John Wesley disertai tanda-tanda dan mujizat
Banyak orang Injili
sekarang berpendapat bahwa karunia roh dan berbagai tanda dan mujizat sudah
tidak ada lagi sewaktu kanon alkitab selesai. Namun ini terbantahkan bukan
hanya oleh teks-teks di perjanjian baru itu sendiri tapi oleh pengalaman oleh
banyak orang kristen termasuk pengalaman John Wesley. Daniel R. Jennings di
dalam bukunya “The Supernatural Occurrences of John Wesley” menulis berbagai
pengalaman supranatural yang di alami John Wesley di antaranya: Peperangan
rohani, kesembuhan ilahi, di bantai di dalam roh,[20] tertawa kudus (holy
laughter), penglihatan dan mimpi, malaikat.
Di dalam buku
tersebut nampaknya tanda-tanda dan mujizat adalah hal yang biasa terjadi dalam
pelayanan John Wesley. Pernah ada suatu kali seorang pria yang sekarat, begitu
pria tersebut melihat John Wesley pria tersebut disembuhkan seketika.
Orang-orang yang memiliki sakit yang tidak bisa disembuhkan sembuh oleh pelayanan
John Wesley. Dan bukan hanya orang yang disembuhkan, bahkan kudanya John Wesley
yang sakit pun di sembuhkan. Beberapa kali sewaktu John Wesley ingin pelayanan
kudanya pincang, dan John Wesley pun mendoakan kuda tersebut dan kudanya itu
pun sembuh. Sewaktu John Wesley berkhotbah kadang terjadi fenomena-fenomena
aneh seperti ada orang yang tertawa, berbahasa lidah, jatuh ke tanah.
Apa yang terjadi di
dalam pelayanan John Wesley ini agak mirip dengan apa yang di alami Jonathan
Edwards sewaktu dia mengalami peristiwa kebangunan rohani, dimana banyak
manifestasi yang terjadi. Sebagaimana Jonathan Edwards menguji semua fenomena
yang ada dimana dia memilah mana yang bisa di terima dan mana yang tidak,
demikian pula dengan John Wesley. Di dalam sebuah era kebangunan rohani
biasanya banyak orang mulai mendapatkan banyak pengalaman seperti penglihatan,
nubuatan dan sebagainya. Dalam beberapa kasus yang di alami John Wesley dia
pernah beberapa kali bertemu dengan orang-orang yang mengaku nabi namun menurut
John Wesley tidak demikian. Pernah juga dia bertemu dengan orang yang bernubuat
kalau dunia akan segera berakhir tapi ternyata nubuatannya tidak terjadi. Tapi
dalam lain peristiwa dia mendapati ada beberapa nubuatan yang benar. Kalau kita
membaca tulisan-tulisan John Wesley kita akan mendapati bahwa John Wesley
adalah orang yang percaya bahwa karunia roh (1 Kor. : 8- 10) masih ada.
Sikap
John Wesley terhadap uang
Tidak seperti ayahnya
yang miskin, posisi John Wesley sebagai dosen di Oxford membuatnya cukup memiliki
uang dimana dia di gaji 30 pound satu tahun, sebuah penghasilan yang lebih dari
cukup bagi seseorang yang belum menikah seperti dia. Wesley selama di masa itu
seperti menikmati kelebihan uangnya dengan bermain kartu, membeli tembakau dan
brandy. Namun sewaktu di Oxford ada sebuah kejadian yang mengubahkan
perspektifnya tentang uang. Saat Wesley
baru saja membeli beberapa lukisan seorang pelayan datang ke rumahnya.
Saat itu adalah musim dingin, dan pelayan itu hanya bisa melindungi tubuhnya
dengan kain linen yang tipis. John Wesley membuka dompetnya untuk memberikan
kepada pelayan itu mantel, tapi uang yang dia miliki terlalu sedikit untuk
dapat membeli mantel. Dengan segera dia sadar bahwa Tuhan tidak berkenan dengan
cara dia menghabiskan uang.
Akibat dari kejadian
ini Wesley mulai membatasi pengeluarannya dia berkomitmen untuk lebih
memberikan uangnya kepada orang miskin. Dan dia mempraktekkan apa yang menjadi
komitmennya. Sewaktu dia memiliki penghasilan 30 pound, pengeluarannya 28
pound, lalu dia memberikan sisanya 2 pound kepada orang miskin. Tahun
berikutnya penghasilannya bertambah dua kali lipat menjadi 60 pound, tapi dia
tetap dapat hidup hanya dengan 28 pound, lalu sisanya 32 pound dia berikan
kepada orang miskin. Dan tahun berikutnya penghasilannya menjadi 30 pound namun
dia tetap bisa hidup dengan 28 pound dan memberikan sisanya 62 pound kepada
orang miskin.
Wesley percaya bahwa
semua orang kristen seharusnya tidak hanya memberikan perpuluhan tapi juga
memberikan sisa uang dari pengeluarannya. Dengan bertambahnya penghasilan tidak
harus membuat orang kristen menaikkan standar kehidupannya tapi harus membuat
orang kristen menaikkan standar pemberiannya. Suatu waktu John Wesley memiliki
penghasilan lebih dari 1400 pound, pengeluarannya dia hanya 30 pound, lalu dia
memberi hampir 1,400 pound. Pernah petugas pajak Inggris menyelidikinya dan
bersikeras bahwa bagi orang dengan penghasilan setinggi itu seharusnya memiliki
piring-piring perak tapi dia tidak melaporkannya. Wesley menjawab, "saya
memiliki dua sendok perak di London dan dua di Bristol. Ini semua piring yang
saya miliki saat ini, dan saya tidak akan membeli lagi piring sementara begitu
banyak orang disekitar saya membutuhkan roti.”
Kalau mementingkan
diri sendiri John Wesley sudah menjadi orang yang sangat kaya. Namun John
Wesley menggunakan uangnya untuk membangun rumah yatim piatu, mencetak alkitab,
mencetak buku hymn, membiayai para misionaris untuk pergi ke seluruh dunia. Dan
sewaktu dia meninggal John Wesley dia meninggalkan beberapa buku, sebuah jubah
pendeta yang sudah pudar warnanya yang dia pakai untuk berkhotbah di seluruh
penjuru Inggris, enam sendok perak yang diberikan seseorang kepadanya, dan uang
enam pound dengan catatan, “berikan satu untuk masing-masing orang miskin yang
membawa saya ke kuburan saya.” John
Wesley adalah seseorang yang sangat murah hati dengan uangnya dan dia sangat
mempedulikan orang miskin.
Karakter
John Wesley
Salah satu tanda yang sering penulis dapati mengenai
orang-orang yang sangat cerdas dan saleh adalah mereka murah hati dengan
waktunya. Dan hal ini juga yang terdapat dalam diri John Wesley sebagai orang
yang sangat cerdas dan saleh, dia murah hati dengan waktunya. Dia membalas surat semua orang yang meminta nasihatnya dan
mungkin dia adalah orang yang paling banyak melakukan korespondensi saleh lebih
daripada siapapun di zamannya[21] dan mungkin sampai hari
ini. Biasanya saat seseorang sudah
menjadi orang penting dan terkenal mereka akan tidak memiliki waktu bagi
orang-orang yang mereka anggap tidak penting namun tidak demikian dengan
Wesley. Dia mau mengobrol dengan siapa saja dan dengan topik apa saja. Banyak
orang suka untuk bisa berbicara dengan John Wesley. Dari hal ini kita bisa
melihat bahwa walaupun John Wesley adalah seseorang yang sibuk dan orang yang
“penting” namun dia bisa di dekati siapapun.
Di zaman John Wesley hidup biasanya saat seseorang
menulis kritikan, umumnya kritikan tersebut akan di publikasikan dan orang yang
menerima kritikan tersebut juga akan mempublikasikan balasan terhadap kritikan
yang di terimanya. Di dalam pelayanannya, John Wesley banyak menerima kritikan.
Wesley di serang dari segala penjuru. Tidak jarang dia beradu argumen dengan
orang-orang yang mengkritiknya. Tapi karena dia adalah seseorang cerdas dan
yang memiliki skill dalam berargumentasi, dia seringkali membungkam para
penyerangnya. Namun sewaktu dia menemukan kesalahan secara akademik dalam
tulisan para penyerangnya, dia tidak menulis kesalahan akademik lawannya dalam
tulisan yang dia publikasikan, tapi dia menulis secara pribadi ke penyerangnya.
Karena hal ini para penyerangnya suka berterima kasih kepadanya. Dari hal ini
kita bisa melihat karakater John Wesley yang tidak mau membuat orang lain malu,
termasuk para penyerangnya. Dia ingin tetap menjaga kehormatan para
penyerangnya. Hal ini kadang tidak kita jumpai pada orang kristen sekarang,
saat berdebat banyak orang kristen bukan hanya ingin menang dalam debat tersebut
tapi tidak jarang senang juga untuk mempermalukan lawannya.
Hal lain lagi yang perlu dicermati dari karakter John
Wesley, dia adalah bukan orang yang haus akan kekuasaan. Tidak jarang ada
pendeta yang begitu ingin terus menguasai gerejanya, tidak ingin gerejanya
“jatuh” ke tangan orang lain dan tidak ingin orang lain di bawahnya untuk
berkembang. Tapi John Wesley bukan orang yang demikian. Pernah suatu waktu John
Wesley masih sehat dia berharap ada orang lain yang menggantikannya dan dia
ingin orang yang menggantikannya itu adalah John Fletcher, padahal waktu itu
adiknya Charles Wesley masih hidup. Di sini kita bisa melihat bahwa bagi John
Wesley pekerjaan Tuhan dalam hal ini gereja bukanlah sesuatu yang harus
dimonopoli dirinya sendiri atau bahkan di wariskan kepada keluarga. John Wesley
melihat John Fletcher saat itu adalah orang yang paling layak untuk
menggantikannya. Karena John Fletcher adalah seseorang yang mempunyai kehidupan
yang sangat saleh dan juga memiliki kemampuan teologi yang tinggi. John Wesley
juga memberikan kesempatan kepada para pengkhotbah yang bukan sarjana untuk
bisa berkhotbah. Dia ingin orang-orang yang memang memiliki kemampuan
berkhotbah untuk berkhotbah. Oleh karenanya di zaman itu banyak pengkhotbah
awam yang ada di gereja Methodist.
Pelajaran
yang dapat kita ambil dari John Wesley
John
Wesley meninggal pada tanggal 2 Maret 1791. Selama hidupnya setelah mengalami
keselamatan di jalan Aldersgate dia melayani Tuhan selama 53 tahun. Ini boleh
dikatakan sebuah waktu yang cukup lama, sangat jarang ada seorang hamba Tuhan
yang efektif seperti John Wesley memiliki waktu melayani Tuhan seperti yang
dimilikinya. Di dalam kehidupan John Wesley kita melihat bahwa dia memanfaatkan
waktu yang dipercayakan Tuhan kepadanya dengan sangat baik. Dia memberikan
semua yang terbaik dari apa yang dia miliki, mulai dari waktunya, otaknya,
bakatnya, sampai hartanya. Tidak heran kalau banyak orang menilai pelayanan
John Wesley adalah sebuah pelayanan yang fenomenal. Bahkan banyak orang Calvinist
yang tidak setuju dengan doktrin Arminiannya sangat mengaguminya.
Di
dalam diri John Wesley kita juga menemukan hampir sebuah kehidupan yang boleh
dikatakan hampir sempurna menurut penilaian manusia fana. Dia memiliki
kehidupan yang saleh, disiplin, otak yang cerdas, uang, karakter yang baik,
keberanian, kemampuan mengorganisir, kemampuan berkhotbah, kemampuan menulis
dan banyak hal lainnya. Semuanya yang dia miliki itu dia pergunakan untuk
kemuliaan Tuhan. Tidaklah heran kalau seseorang seperti itu akan memberikan
pengaruh besar di dunia ini, bahkan membuat sejarah. Tentu saja selain semua
kelebihan yang penulis sebutkan John Wesley tentu saja memiliki kelemahan. Dan
salah satu yang paling terkenal adalah masalah percintaan, dimana dia sering
gagal sampai akhirnya dia menikah dengan seorang wanita yang tidak memiliki
sifat yang baik. Namun pada akhirnya John Wesley berpendapat bahwa istrinya itu
adalah provisi Allah untuk membuatnya hidup lebih sungguh-sungguh bagi Allah.
Menurut
penulis apa yang membuat John Wesley dipakai Tuhan dengan luar biasa selain apa
yang telah disinggung di atas adalah karena John Wesley adalah seseorang yang
bisa dipercaya oleh Tuhan. Banyak orang cerdas, banyak orang saleh, banyak
orang berbakat tapi sangat sedikit orang yang bisa dipercaya oleh Tuhan. Tuhan
bisa memakai siapa saja sekalipun dengan orang-orang yang tidak memiliki
kemampuan seperti yang dimiliki John Wesley dan Dia rindu ada orang yang bisa
dipakai-Nya. Kiranya di zaman ini akan timbul banyak John Wesley baru yang akan
membuat dunia terguncang, dimana ada seseorang yang dipercaya Allah dengan
kuasa seperti John Wesley untuk melayani-Nya. Amin.
Referensi
1.
Janet and Geoff Benge, John Wesley: The World His Parish, (Seattle, WA: YWAM Publishing,
2007)
2.
John Telford, The Life of John Wesley, (Wesleyan Heritage Publications, 1998)
3.
John Wesley, The Journal of John Wesley, (Grand Rapids: Christian Classics
Ethereal Library)
4.
Randy L. Maddox and Jason E. Vickers, The Cambridge companion to John Wesley,
(New York: Cambridge University Press, 2010)
5.
Richard Green, John Wesley Evangelist, (London: The religious tract society, 1905)
6.
Richard P. Heitzenrater, Wesley and the People Called Methodists: Second Edition,
(Nashville: Abingdon Press, 2013)
7.
Thomas C. Oden, John Wesley's scriptural Christianity, (Grand Rapid, Michigan:
Zondervan, 1994)
8.
Tony Lane, Runtut Pijar: Sejarah Pemikiran Kristiani, (Jakarta: BPK, 2015)
9.
William E. H. Lecky, History England Eighteenth Century Vol:III, (London: Longmans Green,
1885)
10. Internet
[1] John Wesley, The Journal of John Wesley, (Grand
Rapids: Christian Classics Ethereal Library), 55
[2] William E. H. Lecky , History England Eighteenth Century Vol:III,
(London: Longmans Green, 1885), 43
[3] Pengabdianku bagi kemuliaan-Nya
adalah judul buku Oswald Chambers yang paling terkenal dan telah menjadi berkat
bagi banyak orang.
[4]
Richard Green, John Wesley
Evangelist, (London: The religious tract society, 1905), 32
[5]
Thomas C. Oden, John Wesley's
scriptural Christianity, (Grand Rapid, Michigan: Zondervan, 1994), 67
[6]
Di dalam gereja Anglikan Inggris umumnya seseorang yang bisa melayani di
sebuah paroki syaratnya adalah mereka yang minimal telah memiliki gelar Master.
Richard P. Heitzenrater, Wesley and the People Called Methodists:
Second Edition, (Nashville: Abingdon
Press, 2013), EPUB e-book, chap. 2
[7] Kata sarjana disini dalam bahasa
Inggrisnya Scholar. Kata scholar atau sarjana yang dimaksud disini bukan
menunjuk misalnya kepada sarjana strata 1 dan selanjutnya seperti umumnya
penggunaan kata sarjana dalam bahasa Indonesia tapi lebih kepada ke arah
cendekiawan, pakar atau ilmuwan.
[8] Oxford Screams
http://www.sermonindex.net/modules/newbb/viewtopic.php?topic_id=14970&forum=45
[9] Buku ini sudah di terjemahkan
dalam bahasa Indonesia dengan judul “Mengikuti Jejak Kristus” yang di terbitkan
oleh penerbit Obor. Buku ini menurut penulis merupakan buku yang sangat baik walaupun
ada beberapa hal di dalam buku ini yang tidak sesuai dengan standar doktrin
Injili.
[10] Janet and Geoff Benge, John Wesley: The World His Parish,
(Seattle, WA: YWAM Publishing, 2007), EPUB e-book, chap. 5
[11] Tulisan-tulisan William Law
sangat mempengaruhi orang-orang yang menyukai gerakan kekudusan atau kesalehan.
Salah satu di antaranya adalah penulis terkenal Andrew Murray yang
mempublikasikan kembali beberapa tulisan William Law. Di buku Andrew Murray
yang terkenal “Kerendahan Hati” di akhir buku tersebut dia mengutip beberapa
halaman tulisan William Law.
[12] Richard P. Heitzenrater
[13]
John Wesley, The Journal of John Wesley, 23-25
[14]
John Wesley, The Journal of John Wesley, 42
[15] Richard P. Heitzenrater
[16] Richard Green, John Wesley Evangelist, 233 - 234
[17]
John Telford, The Life of John
Wesley, (Wesleyan Heritage Publications, 1998), PDF e-book, chap. 5
[18] John Wesley Portrait of a
Revival Preacher By Leonard Ravenhill
[19]
Randy L. Maddox and Jason E. Vickers, The Cambridge companion to John Wesley, (New York: Cambridge
University Press, 2010), 104
[20] Dalam bahasa Inggris menggunakan
kata “slain in the spirit.” Setahu
penulis kata yang sering di gunakan untuk menerjemahkan slain in the spirit
dalam bahasa Indonesia adalah di bantai di dalam roh.
[21] John Telford, The Life of John
Wesley, 324
Comments