Selfish?

Mungkin salah satu kata yang agak sering terdengar di masa “pandemik” seperti sekarang ini adalah “selfish” (mementingkan diri sendiri). Ada orang-orang yang menganggap mereka yang tidak mematuhi lockdown atau PSBB (di Indonesia) sebagai orang yang selfish. Dari komentar atau tulisannya sepertinya mereka sangat peduli dengan orang lain. Di masa pandemik ini tiba-tiba banyak bermunculan orang-orang yang “rohani” atau peduli dengan orang lain. Tapi apakah benar demikian adanya?

Kebetulan saya lumayan aktif mengikuti perkembangan berita melalui Twitter dengan memfollow orang-orang yang cukup berpengaruh baik ataupun akun-akun yang menurut saya cukup obyektif. Dari pengamatan saya tidak sedikit orang yang memanfaatkan atau menggunakan situasi ini untuk memojokkan orang lain yang menjadi musuh ataupun orang yang mereka benci. Mereka seakan-akan bersimpati atau sangat peduli kepada yang akan ataupun sudah menjadi “korban.” 

Misalnya saja jika di Amerika tidak sedikit orang-orang yang sangat kaya yang hidupnya penuh pesta-pora ataupun lawan politiknya Donald Trump sangat mengkritik ataupun memojokkan Donald Trump dengan menuduhnya tidak punya perasaan, egois, selfish dsb nya. Kalau mau jujur sangat mustahil untuk mengatakan bahwa orang-orang yang memojokkan Trump ini adalah orang-orang yang tidak mementingkan diri sendiri. Sebagian orang yang masih punya hati nurani mungkin akan mengatakan mereka ini adalah “monster.”

Semalam saya baca seseorang yang melanggar PSBB dikatakan selfish karena ada orang-orang yang menahan diri tidak kerumah sakit karena PSBB. Setelah saya baca dari antara mereka ataupun keluarganya belum ada yang sekarat apalagi meninggal. Bahkan kalau tidak salah ingat cuma ada yang belum pasang behel gigi saja. Dan mereka merasa diri mereka sudah tidak mementingkan diri sendiri. Pertanyaan saya kepada mereka adalah apakah orang-orang yang melanggar PSBB karena keluarganya akan mati karena kelaparan adalah selfish? Dan apakah mereka yang tidak melanggar PSBB tapi tidak membagi-bagikan hartanya (bukan sumbangan alakadarnya) kepada mereka yang miskin tidak selfish?

Beberapa waktu lalu pernah juga saya membaca ada pendeta di medsos menghimbau para folllowernya untuk ibadah online atau ibadah dirumah agar tidak membahayakan orang lain sambil mengutip Filipi 2:4. Kalau kita baca terus kebawah kita tahu bahwa Paulus memberikan sebuah contoh “ketidakselfishan” dengan bagaimana Kristus berinkarnasi dan mengosongkan diri-Nya (ekenosen) sampai mati dikayu salib. Jika memang orang Kristen tidak memperhatikan kepentingannya sendiri, tidak usah dulu mereka pelayanan sampai mati dengan menjadi martir mereka sudah akan membagi miliknya untuk pekerjaan Tuhan dan berbagi harta mereka dengan yang susah. Para pendeta tidak akan hidup mewah seperti yang banyak terlihat saat ini.

Jika ditelusuri lagi sikap yang mereka anggap tidak mementingkan diri itu sebenarnya bisa timbul karena mereka juga memiliki kepentingan seperti karena mereka sendiri takut terkena “covid-19” itu sendiri. Berbicara tentang mereka yang semangat untuk beribadah online, belum tentu juga sebelum pandemik ini mereka giat beribadah di gereja, memberi diri untuk berdoa atau melayani orang lain. Jadi sikap tidak mementingkan diri ini bisa timbul karena banyak hal.

Bagi kita yang percaya untuk tidak menjadi selfish tidak perlu menunggu pandemik dulu, tidak perlu takut mati dulu, dan tidak perlu juga menunggu publikasi dulu, karena untuk tidak menjadi selfish itu saatnya selalu “sekarang”.

Comments

Popular posts from this blog

Masih Adakah Pewahyuan Sekarang Ini?

Sebuah Biografi Singkat Mengenai Kehidupan John Wesley

Pengertian Kelahiran Kembali (Regenerasi) dan Efek yang mengikutinya