Panggilan menjadi murid: Sebuah panggilan untuk menderita

Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. (Luk. 14:27)

Salah satu penyakit yang menjangkiti ras manusia adalah ketakutan. Manusia takut akan berbagai macam hal dalam kehidupan ini dari yang namanya takut sakit, takut miskin, takut kelaparan, takut tidak nikah sampai puncaknya takut akan kematian. Kalau di telusuri semua ketakutan ini terjadi karena satu hal yaitu karena manusia tidak mau menderita. Manusia akan menderita akan kalau mereka miskin, sakit, lapar. Mungkin selain manusia (yang belum bertobat) takut penderitaan yang akan mereka hadapi di neraka, mereka juga takut mati karena mereka akan menderita dimana tidak bisa menikmati kehidupan mereka di dunia lagi. Tapi betapa berbedanya umat manusia yang berusaha sebisa mungkin menghindari penderitaan, Kristus justru memanggil umat manusia yang mengikuti-Nya untuk menderita.

Mungkin kebanyakan orang kristen berpikir mengikut Kristus adalah sesuatu yang menguntungkan karena mereka akan di sembuhkan dari sakit, lepas dari kemiskinan dsb nya singkatnya mereka berpikir mengikut Kristus bisa membuat mereka terlepas dari penderitaan. Namun anehnya Kristus di dalam alkitab seperti yang telah di sampaikan Lukas justru memanggil kita untuk menderita. Kenapa menjadi murid Kristus akan membuat kita menderita? Melalui teks Lukas 14:27 ini Kristus menegaskan kepada orang-orang yang mau murid-Nya bahwa ada syarat-syarat yang identik dengan penderitaan saat kita mengikuti-Nya.

Siapakah murid Kristus itu?
“…. ia tidak dapat menjadi murid-Ku.”

Kata murid dalam perjanjian baru berasal dari kata Mathetes yang artinya seorang pelajar. Dalam kebudayaan kuno seorang murid adalah seseorang yang berada di bawah pengajaran orang-orang seperti Plato dan Socrates atau seseorang yang duduk di bawah pengajaran seorang rabi. Dalam kebudayaan dunia kafir seorang murid mempunyai seorang guru yang mengajarkan tentang dewa-dewa mereka. Dalam kebudayaan Yahudi seorang murid adalah seseorang yang belajar hukum taurat dan Allah. Dan mereka yang berupaya menjadi ahli taurat dan rabi juga di sebut murid. Lalu apa yang membedakan murid-murid Socrates dan rabi Yahudi dengan murid-murid Tuhan Yesus? murid-murid dari guru-guru seperti Socrates dan rabi Yahudi tidak pernah menuntut murid-murid-nya untuk memberikan kehidupannya kepada mereka sementara Tuhan Yesus menuntut seluruh keberadaan dari murid-murid-Nya, Dia ingin murid-murid-Nya untuk mengutamakan Dia. Karena Dia bukan hanya seorang guru tapi Dia juga adalah Tuhan.

Saya kadang suka menjumpai seperti ada persepsi jika seorang murid adalah seorang kristen yang serius dan mempunyai komitmen lebih tinggi dibandingkan orang-orang kristen lainnya namun menurut saya pandangan itu adalah sebuah pandangan yang keliru. Karena kata kristen muncul pertama kali di Anthokia dimana murid-murid Kristus di sebut kristen (Kis. 11:26).  Seorang kristen adalah seorang murid dan seorang murid adalah seorang kristen, sama sekali tidak perbedaan antara murid dan kristen. Di dalam doktrin keselamatan kristen kata kasih karunia merupakan kata yang sering di gunakan, oleh kasih karunia kita di selamatkan. Namun penerimaan kasih karunia ini kadang tidak suka dikaitkan bersamaan dengan untuk mengikuti si Pemberi kasih karunia. Orang bisa menerima kasih karunia tanpa mengutamakan si Pemberi kasih karunia itu sendiri. Orang bisa menerima kasih karunia tanpa mengikuti Kristus, orang bisa menerima kasih karunia tanpa menjadi murid atau menjadi kristen. Namun seperti kata Dietrich Bonhoeffer kasih karunia yang demikian adalah kasih karunia yang karena tidak membuat seseorang menjadi murid.

Seorang murid atau seorang kristen adalah seseorang yang belajar dari guru-nya tapi dia tidak hanya belajar dari guru-nya tapi juga di tuntut untuk mengutamakan guru-nya yang juga adalah Tuhannya di dalam segala hal.

Seorang murid harus memikul salib
“Barangsiapa tidak memikul salibnya…”

Mungkin bagi kita yang hidup di zaman ini kalimat memikul salib tidak terlalu jelas artinya bagi kita. Tapi kalau kita melompat kembali kedalam sejarah sekitar 2000 tahun lalu di saat Kristus mengucapkan perkataan ini, orang-orang yang mendengarnya akan tahu dan mengerti sekali apa yang Kristus maksudkan dengan memikul salib, karena kemungkinan besar mereka telah melihat dengan mata mereka sendiri bagaimana seseorang memikul salibnya yang diiringi sekelompok kecil serdadu Romawi, dimana perjalanan memikul salib ini merupakan perjalanan satu arah menuju tempat penyaliban. Jadi setiap orang yang memikul salib tahu dengan pasti dia tidak akan kembali lagi dia sedang menuju kematian. Sangat tepat apa yang dikatakan Dietrich Bonhoeffer ‘saat Kristus memanggil seseorang Dia memanggilnya untuk mati.” Lalu apa arti memikul salib bagi orang kristen di zaman ini? Darrell Bock mengartikannya memikul salib adalah kebersediaan untuk menanggung derita aniaya sebagai akibat dari mengikut Yesus.

Mengikut Yesus jelas sekali sangat identik dengan penderitaan. Adalah sebuah hal yang aneh kalau kita katakan kita katakan kita bisa mengikut Kristus tanpa menderita apalagi supaya bisa terhindar dari penderitaan. Banyak penderitaan yang akan di tanggung seseorang jika dia adalah seorang murid Kristus. Saat kita hidup sungguh-sungguh bagi Tuhan dan taat pada firman-Nya itu akan membuat kita menderita. Banyak hal dalam kehidupan ini yang mungkin wajar bagi orang dunia tapi tidak menjadi wajar lagi bagi seorang murid Kristus. Di ayat sebelumnya di ayat 26 dikatakan "Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” Teks ini benar-benar terjadi kepada seorang penginjil terkenal dari India bernama Sadhu Sundar Singh, dimana saat dia menjadi kristen dia tidak akui lagi sebagai anak oleh ayahnya. Dia bahkan mau di racun oleh ayahnya sendiri. Tapi Sadhu Sundar Singh mau mengikut Kristus, dia lebih mengasihi Kristus daripada ayahnya sendiri. Dialah yang menulis syair lagu “I have decided to follow Jesus, The world behind me, the cross before me, no turning back, no turning back”

Di dalam mengikut Kristus kita harus lebih mengasihi Tuhan daripada apapun. Lebih dari kesenangan kita, keinginan kita, mimpi-mimpi kita. Banyak kita sudah mempunyai angan-angan dan rencana dalam kehidupan ini, namun kalau kita mau mengikut Kristus kita harus meletakkan semuanya itu dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Dan ini bukanlah hal yang mudah, dan ini adalah syarat mengikut Kristus. Mungkin yang jadi perenungan bagi kita adalah apakah kita sudah mengikut Kristus seperti dalam teks ini? Seberapa banyak anggota gereja yang sudah mengikut Kristus seperti ini?

Murid harus mengikut Kristus yang menderita
….” dan mengikut Aku”…

Kata mengikut menurut KKBI adalah 1) menyertai (di belakang); mengiring 2) meniru, 3) menurut atau menganut (perintah, ajaran, paham, dan sebagainya). Dari beberapa definisi kata mengikut tersebut dapat dikatakan kata “mengikut” berfokus kepada orang lain yang kita ikuti dan ini bertentangan dengan naluri manusia mengikuti dirinya sendiri karena pusat kehidupannya adalah dirinya sendiri. Tapi saat Kristus memanggil seseorang, Kristus menuntut orang tersebut untuk berhenti mengikuti dirinya sendiri dan berbalik mengikuti Kristus. Panggilan untuk mengikut Kristus ini adalah sebuah panggilan untuk meninggalkan “diri” untuk membaktikan diri kepada Dia yang memanggil kita mengikuti-Nya. Sebuah panggilan yang total dan radikal yang menuntut keseluruhan hidup seseorang. Sangatlah mustahil orang yang telah mendengar panggilan Kristus ini bisa terus nyaman untuk hidup bagi dirinya sendiri dan kesenangannya dan merasa dirinya seorang murid (kristen). Panggilan Kristus ini akan membuat garis pemisah yang sangat jelas antara orang yang mengikut dan tidak mengikut. Gema panggilan ini akan membuat seseorang sadar bahwa kekristenan bukan hanya sekedar agama yang menuntut hari minggu seseorang dan persembahan kolekte tapi panggilan ini akan membuat dia sama sekali kehilangan hidupnya.

Di dalam mengikut Kristus ini kita mungkin akan pergi atau berada dalam situasi yang tidak kehendaki seperti yang telah dikatakan Tuhan Yesus kepada Petrus (Yoh. 21:18). Kita tidak lagi punya hak untuk memiliki tujuan kemana kita pergi dan apa yang harus kita lakukan, karena saat kita mengikut Kristus kita mengikuti kehendak-Nya. Dan ini adalah sebuah penderitaan. Setiap kita saya rasa pasti ada rasa ingin tahu tentang masa depan kita. Tidak usah kita bahkan Petrus yang seorang rasul pun ingin tahu tentang masa depan orang lain saat dia berkata “Tuhan apa yang terjadi dengan Yohanes?” (Yoh. 21:22) tapi Tuhan berkata kepadanya “itu bukan urusan dia, yang penting kamu mengikut Aku.” Di dalam 1 Petrus 2:21 kita juga di panggil untuk mengikuti jejak Kristus yang berhubungan dengan penderitaan. Bagaimana dalam menjalani kehidupan ini kita harus meneladani Kristus. Kristus yang kita teladani adalah Kristus yang memilih penderitaan. Dia sebenarnya tidak perlu menderita, Dia ada bersama Bapa di sorga tapi karena kasih-Nya bagi manusia yang telah jatuh dalam dosa, Dia yang adalah Allah itu sendiri memilih menderita menjadi manusia dan mati di kayu salib.

Kristus yang kita ikuti adalah Kristus yang menderita, Kristus yang tersalib. Dan penderitaan yang Dia alami adalah akibat dari kasih-Nya bagi umat manusia. Karena kasih kita bagi sesama kita pun harus memilih menderita seperti Kristus. Dari berkorban bagi orang lain sampai pergi ke tempat atau situasi yang tidak kita inginkan. Dan kalau mengikut Kristus tidak membuat kita menderita jangan-jangan kita sedang mengikut Kristus yang lain bukan Kristus yang ada di alkitab. Amy Carmichael menulis, "Apakah engkau tidak mendapatkan luka? Atau rasa sakit? Seorang hamba tidak lebih dari tuannya, dan kaki orang yang mengikut Aku pasti merasakan tikaman; tetapi engkau memiliki segalanya."

Menjadi murid atau menjadi kristen sangat berkaitan erat dengan penderitaan, hal ini adalah sesuatu yang tidak bisa disangkali kecuali kita sedang mengikut Yesus yang lain yang tidak menuntut kita untuk memberikan kehidupan kita seluruhnya. Para rasul sendiri di dalam surat mereka suka menasihati orang-orang kristen tentang adanya penderitaan ini salah satunya seperti yang dikatakan Paulus untuk menasihati  jemaat di Tesalonika agar tidak goyah imannya, karena mereka ditentukan untuk kesusahan (1 Tes 5:3) yang berasal dari kata “thlipsis” KJV menerjemahkan kata ini menjadi tribulation atau kesengsaraan. Namun penderitaan yang kita alami sekarang tidak sebanding dengan kemuliaan kekal di zaman yang akan datang.

Dan penderitaan mengikut Kristus di dunia ini juga akan mengakhiri kehidupan kita yang akan membuat kita semakin serupa dengan gambaran anak-Nya yang sulung, dimana saat kita semakin serupa dengan Kristus kita akan semakin efektif dan berguna di dunia yang sudah jatuh dalam dosa ini.

Comments

Popular posts from this blog

Masih Adakah Pewahyuan Sekarang Ini?

Sebuah Biografi Singkat Mengenai Kehidupan John Wesley

Pengertian Kelahiran Kembali (Regenerasi) dan Efek yang mengikutinya