Teknologi, Kedangkalan hidup dan Kehancuran dunia

Dalam sebuah obrolan di komsel dengan beberapa teman, tiba-tiba ada yang mengajukan pertanyaan “kalau mau balik lagi ke masa lalu, mau balik ke tahun berapa?” ada seorang yang berkata kalau dia ingin balik ke tahun 80an misalnya karena musik di zaman ini menurut dia  bagus, namun alasan utama dia memilih balik ke zaman itu adalah karena kemajuan teknologi belum secanggih saat ini.

Mungkin teman saya ini agak berbeda dengan kebanyakan orang zaman sekarang yang menyukai kemajuan teknologi, teman saya ini malah sebaliknya dia sangat membencinya. Dengan mengamati kemajuan teknologi yang ada saat ini dia dapat menilai bahwa tidak akan ada masa depan bagi bumi ini, teknologi akan membawa kehancuran bagi dunia. Teman saya ini bukan seorang kristen yang cukup menguasai alkitab yang tahu apa itu pre-mill, a-mill, post-mill, dia hanya orang kristen yang baru bertumbuh, seorang vokalis band metal. Namun entah mengapa memang sepertinya orang-orang yang menyukai seni kadang lebih peka dalam menilai zaman.

Ada sebuah band rap metal di awal 90an yang terkenal nama band-nya “Rage Against The Machine.” (kemarahan terhadap mesin). Sebuah nama yang cukup “prophetic” menurut saya. Mereka sudah bisa melihat jauh ke depan dimana mereka melihat “bangkitnya mesin,” sebuah era yang dikatakan Erich Fromm (1900-1980) yang seorang atheist, “dimana manusia saat ini memasuki revolusi industri tahap dua yang bukan hanya mengganti energi hidup dengan mesin-mesin, tapi pikiran manusia pun diganti oleh mesin-mesin. Dengan pikirannya, manusia menciptakan mesin-mesin untuk mengganti pikirannya sendiri. Ketika mesin-mesin sudah menguasai pikiran manusia, secara tidak sadar manusia saat ini telah berhenti menjadi manusia, beralih menjadi robot-robot yang tidak berpikir atau pikirannya dikendalikan dan tidak berperasaan. Jika begitu, maka teknologi yang seharusnya menjadi alat kemanusiaan untuk melepaskan diri dari perbudakan kerja, justru berubah menjadi suatu mekanisme yang memperbudak manusia sendiri (dehumanisasi).”

Sebuah analisa yang cukup tajam dan tepat, saya yakin dia membuat analisa tersebut bukan setelah “saat teduh,” tapi dia memperhatikan dan memikirkan sungguh-sungguh apa yang sedang terjadi dengan dunia ini. Seorang atheist bisa menilai zaman, apa yang sedang terjadi di dunia ini, namun orang  yang percaya kitab suci kadang tidak bisa menilai zaman (Luk 12:56).

Ya, memang di zaman ini seperti yang dikatakan Erich Fromm akhirnya teknologilah yang umumnya memperbudak manusia. Hal ini bisa kita lihat misalnya dengan bagaimana orang diperbudak melalui media sosial, menghabiskan waktu berjam-jam untuk sesuatu yang bermuara kepada kesia-siaan. Dimana banyak orang berlomba-lomba menjadi narsis, menciptakan sesuatu untuk menjadi tontonan bagi diri mereka sendiri, apakah itu melalui foto, video atau bahkan tulisan mereka sendiri. Setiap orang berlomba untuk di tonton oleh orang lain, setiap orang ingin perasaannya ingin diketahui oleh orang lain. 10 atau 15 tahun lalu hal ini mungkin hampir mustahil di lakukan, tapi di zaman ini orang bisa melakukan hal ini kapan saja dan dimana saja melalui perkembangan teknologi.

Teknologi sangat mampu mengurangi peran manusia, bahkan sampai-sampai peran seorang istri sekalipun karena sekarang pun ada manusia menikahi robot. Dengan kemajuan teknologi yang mantranya adalah kemudahan, kecepatan, keefisienan, tidak ada rasa sakit dan  kenikmatan. Manusia akan semakin kehilangan jati dirinya sebagai manusia. Teknologi membuat segala sesuatu menjadi mudah, namun pada akhirnya kebanyakan teknologi  membuat manusia semakin dangkal. Teknologi menghindarkan penderitaan sementara seperti yang dikatakan Oswald Chambers hanya penderitaanlah yang dapat mengenyahkan kedangkalan tersebut.

Gerejapun seperti yang pernah dikatakan John Stott kadang bukan suatu kebudayaan tandingan, melainkan semata mata konformisme. Larut dalam dunia ini, sehingga kehilangan garam dan terangnya, karena menolak penderitaan.  Tidak heran jika orang-orang di zaman Athanasius para desert fathers seperti Anthony sampai rela hidup bermonastik di padang gurun yang mungkin bisa menghilangkan kedangkalan tersebut.

Kemajuan teknologi memang tidak bisa dihindarkan, namun sebagaimana uang, teknologilah yang harus menjadi budak kita, bukan kita yang diperbudak olehnya.

Kita juga tidak bisa menyangkali (saya percaya pre-mill) kalau dunia ini memang akan semakin buruk dan menuju kehancuran. Mungkin teknologi akan menjadi sebuah sarana apokaliptik. Dengan kemajuan teknologi saat ini, dunia dan manusia akan semakin mudah dikendalikan. Tidak mengherankan nanti mungkin akan terjadi kalau “tidak seorangpun membeli atau menjual selain dari pada mereka yang memakai tanda itu, yaitu nama binatang itu atau bilangan namanya.” (Wah 13:17).

Tidak ada masa depan bagi dunia yang sekarang ini (2 Pet 3:10) satu-satunya yang paling logis untuk manusia lakukan adalah hidup bagi dunia yang akan datang, memberikan seluruh kehidupan kita untuk hidup bagi kemuliaan Allah dan bagi keselamatan jiwa-jiwa.


Comments

Popular posts from this blog

Masih Adakah Pewahyuan Sekarang Ini?

Sebuah Biografi Singkat Mengenai Kehidupan John Wesley

Pengertian Kelahiran Kembali (Regenerasi) dan Efek yang mengikutinya