Mengenal Sosok Athanasius dan Kontribusinya bagi Teologi Kristen

Pendahuluan

Sejarah gereja sukar dipisahkan dengan berbagai kisah para teolog serta apa yang mereka lakukan. Saat doktrin gereja yang benar terancam, Allah biasanya selalu membangkitkan seorang teolog untuk mempertahankan doktrin yang benar. Hal ini kita bisa lihat di sepanjang sejarah gereja mulai dari masa awal-awal gereja hingga sampai saat ini. Ada banyak teolog penting yang bermunculan di sepanjang sejarah gereja. Sehingga tidak jarang orang mencoba membuat daftar siapa saja teolog yang paling penting di sepanjang sejarah gereja. Salah satunya adalah Trevin Wax seorang blogger di The Gospel Coalition dimana setelah dia berdiskusi dengan para mahasiswa seminari, professor dan teolog akhirnya dia memilih lima teolog yang paling berpengaruh di dalam teologi kristen, salah satu dari lima teolog tersebut adalah Athanasius.[1]

Nama Athanasius adalah bukan sebuah nama yang asing bagi mereka yang suka membaca buku teologi dan sejarah gereja. Saat seseorang mendengar nama Athanasius biasanya yang langsung terbayang dalam pikiran mereka adalah tentang Kristologi, karena memang Athanasius ini terutama dikenal sebagai seorang teolog yang gigih membantah Arianisme yang tidak mengakui keallahan Kristus. Sangat beralasan jika Trevin Wax menempatkan Athanasius dalam salah satu teolog paling berpengaruh, karena sumbangsihnya yang memang besar dalam teologi kristen.

Untuk itu adalah perlu dan juga penting bagi kita untuk mencoba mengenal lebih jauh lagi siapa sosok Athanasius juga mengenai kontribusinya bagi teologi kristen. Dan hal itulah yang akan coba dilakukan dalam tulisan ini. Di dalam tulisan ini penulis memakai berbagai sumber yang penulis dapat temukan, mulai dari buku-buku yang membahas secara khusus biografi Athanasius sampai buku-buku sejarah gereja dan juga berbagai sumber di internet yang memuat informasi mengenai Athanasius.[2] Semoga kiranya tulisan ini bisa jadi berkat bagi kita semua dan banyak pelajaran yang akan kita dapat kita ambil darinya. Amin.

Kehidupan Awal Athanasius

Athanasius dilahirkan sekitar tahun 298 di Mesir. Tidak seperti Agustinus yang menulis otobiografinya “Pengakuan-pengakuan” sehingga masa lalunya mudah diketahui orang namun tidak demikian dengan Athanasius, sehingga kita tidak mengetahui kisah pertobatannya melalui tulisannya sendiri. Pada abad ke sepuluh Uskup Mesir Severus Ibn al-Muqaffa menulis History of the Patriarchs of Alexandria dalam bahasa Arab yang ada memuat kisah Athanasius. Tulisannya agak sulit untuk dapat dikatakan akurat namun ada beberapa pakar yang menggunakan tulisannya. Di dalam tulisan ini diperoleh informasi bahwa orangtua Athanasius adalah penyembah berhala dan  Ibunya adalah seorang yang sangat kaya.

Melalui catatan ini Athanasius tampaknya sedari muda sudah memiliki bakat kehidupan yang saleh. Dikisahkan dalam catatan tersebut saat Athanasius hidup tanpa Ayah itu saat dia beranjak dewasa  Ibunya ingin agar dia menikahi seorang wanita,  namun Athanasius tidak ingin menikah dan Ibunya mungkin frustrasi sehingga dia sampai menyuruh para gadis yang cantik dengan mendandani mereka dan menyuruh para gadis cantik itu masuk ke ruangan Athanasius untuk tidur di dekat Athanasius dan merayunya, tapi Athanasius mengusir mereka.[3]

Karena usahanya itu gagal akhirnya Ibunya berkonsultasi dengan seorang ahli nujum yang paling bijak di Alexandria. Ibunya mengatakan apa yang menjadi masalahnya terhadap Athanasius. Dan ahli nujum yang bijak itu berkata kepada Ibunya “Biarkan saya makan malam dengannya.”  Ibunya Athanasius sangat senang dan menyiapkan perjamuan makan malam yang besar. Tapi keesokan harinya ahli nujum yang bijak itu berkata kepada Ibunya “jangan sedih, engkau tidak bisa memiliki kontrol lagi atas anakmu, karena dia telah menjadi pengikut orang Galilea dan menganut kepercayaan orang Galilea, dan dia akan menjadi orang yang besar.” ibunya berkata siapa orang Galilea itu? “Dia berkata “Mereka adalah yang menjadi bagian dari gereja, yang meruntuhkan kuil dan patung.” Karena Ibunya takut sendirian di tinggalkan Athanasius, Ibunya membawa Athanasius kepada Alexander yang menjadi Uskup Alexandria saat itu dan menjelaskan apa yang terjadi. Akhirnya Ibunya dan Athanasius dibaptis. Setelah beberapa lama kemudian Ibunya mati dan Athanasius di anggap seperti seorang anak oleh Alexander yang juga mengajarnya. Sampai suatu hari Alexander mentahbiskannya Athanasius sebagai seorang diaken dan membuat Athanasius menjadi juru tulisnya.[4]

Athanasius dan Konsili Nicea

Sebelum abad ke empat para teolog kristen belum memsistematikan tentang teologi yang ortodoks mengenai Allah walaupun mereka banyak menulis hal itu. Ada beberapa pandangan keliru yang muncul dalam kekristenan mengenai Allah misalnya Modalisme yang percaya bahwa Allah hanya memanifestasikan diri-Nya dalam tiga cara yang berbeda. Dan juga ada pandangan sebaliknya yang extreme yaitu Triteisme yang percaya pada tiga Allah. Mungkin karena adanya ajaran-ajaran yang keliru ini maka Origenes mulai menulis secara ekstensif tentang teologi Allah, dimana dia memiliki  konsep Trinitas bahwa Allah itu memiliki tiga hypotasis (pribadi) tapi Origenes juga percaya Trinitas itu bertingkat.[5]  Anak itu secara kekal dihasilkan atau diperanakkan oleh Bapa. Hal persoalan tentang Anak inilah yang kemudian di dipermasalahkan oleh Arius[6] seorang Presbiter dari Alexandria yang sekitar tahun 318 – 320 mengatakan “Jika Anak Allah adalah sungguh-sungguh Anak, Dia harus memiliki sebuah permulaan, harus ada suatu waktu saat dimana Anak tidak ada” ajarannya ini kemudian menyebar ke seluruh wilayah Mesir.

Ajaran Arius ini kemudian dibantah keras oleh Alexander Uskup Alexandria. Namun Arius tetap pada pendiriannya. Akhirnya tahun 321 Alexander mengadakan Konsili di Alexandria yang menyatakan bahwa ajaran Arius salah. Namun demikian Arius juga tetap masih mendapatkan simpati dari orang-orang yang mendukungnya. Dan perdebatan ini terus berlangsung dan memanas, yang membuat Konstantin memandang bahwa hal ini berbahaya karena masalah ini bisa di politikisasi untuk mengancam kerajaannya.[7] Dan dia ingin masalah ini agar segera di selesaikan, untuk itu dia memanggil semua Uskup gereja untuk mengadakan konsili di Nicea Bhytinia (Sekarang Iznik di negara Turki). Athanasius ikut hadir di konsili ini menemani Uskup Alexader. Keputusan konsili ini menyatakan bahwa pengajaran Arius sesat.

Dari beberapa pakar yang menulis buku tentang Athanasius mengatakan bahwa peran Athanasius di Konsili Nicea ini tidak diketahui dengan jelas kemungkinan dia memang tidak memainkan banyak peranan di konsili ini dan tidak bukti dari tulisannya kalau dia terlibat dalam debat di Konsili Nicea ini.[8] Kemungkinan besar Athanasius yang masih muda saat itu hanya mendengarkan serius debat yang berlangsung dan mendiskusikannya dengan Uskup Alexander. Mungkin juga dia terpesona dengan pertemuan terbesar gereja dalam sejarah saat itu.

Athanasius dan Masa Pembuangan setelah Konsili Nicea

Nama Athanasius tidak terdengar kembali setelah konsili Nicea sampai peristiwa Uskup Alexander meninggal tanggal 17 April 326 yang mana kemudian pada tanggal 8 Juni 328 Athanasius menggantikan Alexander sebagai Uskup Alexandria. Dipilihnya Athanasius menjadi Uskup Alexandria membuat banyak yang iri seperti kaum Melitian, mungkin mereka iri  karena Keuskupan Alexandria ini adalah keuskupan yang terbesar di zaman itu setelah Roma yang membawahi semua Uskup di Mesir dan Libya. Mereka berusaha menjatuhkan Athanasius dengan tuduhan-tuduhan palsu. Namun untuk sementara waktu tidak berhasil. Setelah dua tahun Athanasius menjadi Uskup di Alexandria Arianisme kehilangan pengaruhnya di seluruh Mesir, namun hal ini bukan berarti Arianisme tidak lagi mempunyai pengikut, karena setelah konsili Nicea Arianisme tetap menyebarkan pengaruhnya kemana-mana.

Pada masa ini kedudukan seorang pejabat gerejawi sangat bergantung kepada siapa yang berkuasa saat itu atau erat kaitannya dengan politik. Hal ini bisa kita lihat pada apa yang terjadi dengan Athanasius. Setelah konsili Nicea berakhir kaum kaum Melitian dibantu oleh Uskup Eusebius dari Nicomedia seseorang yang mempunyai pengaruh terhadap kaisar Konstantin, melakukan tuduhan-tuduhan palsu terhadap Athhanasius yang  membuat Konstantin memerintahkan untuk mengadakan konsili untuk menyelesaikan isu tersebut. Akhirnya pada tahun 355 konsili Tyre memutuskan kalau Athanasius bersalah dan juga memutuskan kalau pandangan Arius sebagai pandangan yang ortodoks. Dan Athanasius di buang ke Trier di Gaul, masa ini adalah masa pembuangannya yang pertama (336 -337) dari lima kali pembuangan yang dialaminya. Banyak penduduk Alexandria yang menyukai Athanasius tidak setuju dengan keputusan ini sehingga akibatnya timbul kerusuhan.

Setelah pada tahun 377 Konstantin meninggal tahun dan kerajaannya terbagi tiga, yang masing-masing dipimpin oleh anak-anaknya. Constantius (wilayah timur), Constans (Itali and Illyricum) dan Constantine II (Gaul and Afrika). Dan salah satu anak Konstantin ini yaitu Constantine II merupakan teman Athanasius, sehingga dia membantu Athanasius untuk kembali menjadi Uskup Alexandria. Dan dia pun kembali menjadi Uskup Alexandria. Namun hal ini todak bertahan lama karena dua tahun kemudian Eusebius membujuk Constantius (yang berkuasa atas wilayah timur) untuk menyingkirkan Athanasius. Hasilnya melalui konsili Anthokia pada tahun 339 Athanasius di singkirkan, masa ini merupakan masa pembuangannya yang kedua (339-346) yang juga merupakan masa pembuangan paling lama yang di alaminya.  Walaupun Athanasius telah di buang namun ada dua anak Konstantin lainnya yang tetap mendukung Athanasius yang memerintahkan untuk mengadakan konsili di Sardica pada tahun 343 yang membenarkan atau membela Athanasius namun keputusan konsili tersebut secara politik baru bisa di realisasikan setelah tiga tahun. Constans mengancam akan mengadakan perang dengan Constantius jika dia tidak memulihkan kedudukan Athanasius.

Pada tahun 350 Constans yang mendukung Athanasius terbunuh dan ini menyebabkan Constantius yang sangat membenci Athanasius mempunyai kebebasan untuk menyerang Athanasius dan doktrin Konsili Nicea. Dia pun mengutus jendralnya Syranius ke Alexandria yang sempat mengepung gereja dimana Athanasius sedang melayani, namun peristiwa ajaib terjadi dimana Athanasius dapat lolos dari pengepungan tersebut. Dan Athanasius kemudian hidup di padang gurun bersama imam-iman disana seperti imam Anthony yang terkenal. Masa ini merupakan masa pembuangannya yang ketiga (356-362). Pada tahun 360 Constantius meninggal dan di gantikan sepupunya Julian, Atmosphere politik pun berubah. Tahun 362 Julian mengeluarkan dekrit bahwa semua Uskup yang dibuang oleh Constantius dapat kembali kepada kedudukannya semula sebagai Uskup. Dekrit yang dikeluarkan Julian ini membuat Athanasius kembali ke Alexandria sebagai Uskup.

Namun masa Athanasius menjabat sebagai Uskup ini pun hanya sebentar hanya delapan bulan. Karena beberapa lama kemudian Julian yang berusaha untuk membangkitkan agama Yunani dan Romawi sadar bahwa Athanasius sama-sekali menolak dewa-dewa kafir yang di sembah Julian. Kembali Athanasius pun mengalami masa pembuangan yang keempat (362-364) selama lima belas bulan dengan tinggal bersama-sama imam yang hidup di padang gurun. Suatu hari saat dia tinggal di padang gurun ada seorang imam yang bernama Theodorus bernubuat bahwa hari itu juga Julian terbunuh dalam peperangan di Persia[9] yang mana terbukti nubuatan tersebut benar. Dan Athanasius pun kembali ke Alexandria menjadi Uskup.

Satu setengah tahun kemudian kaisar Valens yang menggantikan Julian yang merupakan simpatisan Anti-konsili Nicea memerintahkan bahwa semua Uskup yang sebelumnya dibuang oleh Julian untuk dibuang kembali. Pada tahun 365 tentara Valens menyerbu gereja di Dionysius untuk menahan Athanasius namun Athanasius telah diperingatkan sebelumnya untuk pergi yang mana ini merupakan masa pembuangannya yang kelima (365-366) yaitu masa pembuangannya yang terakhir dan paling cepat. Karena situasi politik menguntungkan Athanasius, karena ada saudara Julian yang menentang Valens, takut dengan tidak stabilnya keadaan di Mesir akhirnya Valens kembali mengizinkan Athanasius menduduki jabatan sebagai Uskup Alexandria sampai dia meninggal pada tanggal 3 Mei 373.

Karya dan Kontribusi Athanasius di Dalam Teologi Kristen

Selama hidupnya Athanasius adalah seseorang yang produktif dalam menulis. Banyak tulisannya memberikan dasar dalam teologi kristen. Berikut ini adalah beberapa karyanya:
1.     Againts The Pagans (tahun 318): Di dalam tulisannya Athanasius menulis sebuah apologetika  dengan menegaskan bahwa kekristenan bukanlah sesuatu yang irasional karena Kristus adalah Logos. Barangsiapa yang tidak percaya kepada Kristus mereka adalah alogos (tidak berakal), tanpa akal budi dan irasional.
2.     Four Discourses Against the Arians (antara tahun 356 – 360): Membantah kesesatan Arianisme.
Di dalam buku ini Athanasius pertama-tama berargumen bahwa hanya Allah yang dapat menyelamatkan dan menghancurkan kuasa dosa dan membawa manusia kepada kehidupan yang kekal. Karakteristik natur manusia mengharuskan manusia untuk di tebus. Tidak ada ciptaan yang dapat menyelamatkan ciptaan yang lain. Hanya Pencipta yang dapat menebus ciptaan. Jika Kristus bukan Allah, maka Dia adalah bagian dari masalah dan bukan pemberi solusi. Untuk itu menerima Kristus tidak lain adalah untuk menerima Dia sebagai Allah itu sendiri. Athanasius berlogika dengan cara berpikir yang sulit dibantah orang Arianisme:
a)     Tidak ada ciptaan yang dapat menebus ciptaan yang lain.
b)    Menurut Arius, Yesus Kristus adalah sebuah ciptaan.
c)     Maka menurut Arius, Yesus Kristus tidak dapat menebus manusia.
Hal ini sukar dibantah Arianisme karena mereka percaya gagasan bahwa Yesus Kristus adalah Juruselamat yang menebus manusia. Dan selain itu di perjanjian baru dan juga orang-orang kristen mula-mula menyembah dan berdoa kepada Tuhan Yesus Kristus, maka jika Tuhan Yesus Kristus adalah ciptaan maka mereka semua berdosa.
3.    Defence of the Nicene Definition (antara tahun 351 – 355): Athanasius mempertahankan pendahulunya dan juga hasil kosili Nicea
Banyak orang Arianisme termasuk Arius sendiri memakai tulisan teolog-teolog sebelumnya seperti Origen dan Tertulian untuk mendukung pemikiran mereka. Namun Athanasius meneliti kembali secara hati-hati tulisan-tulisan teolog tersebut dan ternyata pemikiran mereka tidak seperti apa yang dipikirkan oleh Arianisme. Dan pemikiran para teolog sebelumnya juga kalau di telusuri akan mendukung hasil konsili Nicea.
4.     Illud Omnia (sebelum tahun 342): Athanasius melatih gereja bagaimana untuk menafsirkan alkitab.
Pertempuran melawan Arianisme bisa dikatakan adalah peperangan tentang alkitab. Athanasius menuntun gereja di dalam hal bagaimana mengumpulkan bukti-bukti di alkitab untuk membuktikan point-point yang paling penting. Dia memiliki pemahaman yang luar biasa mengenai topik-topik utama dalam alkitab dan dapat mendebatkannya secara rinci seperti yang dia lakukan terhadap Arianisme. Dia bisa mundur dari pohon untuk bisa melihat seluruh hutan, bahkan menggunakan terminologi baru yang tidak ada di alkitab untuk menjelaskan apa yang dimaksud alkitab. Tapi fokus Athanasius adalah selalu membawa orang kembali kepada alkitab, itulah sebabnya John Piper mengatakan “membaca tulisan Athanasius selalu membawa dia kembali kepada teks alkitab.”[10] Charles Kannengiesser seorang pakar Patristik mengatakan "dia adalah penemu dari apa yang kita sebut sebagai  “penafsiran dogmatis' yang mana menjadi salah satu bentuk utama dari penafsiran Alkitab  di sepanjang  kontroversi besar dari abad keempat dan kelima.”[11]
5.   Letters of Athanasius to Serapion (tahun 357): – Athanasius mempertahankan doktrin Ke-Allah-an Roh Kudus dan Trinitas
Di abad ke empat mulai banyak orang menyangkali ke-Allah-an Roh Kudus. Dalam suratnya kepada Serapion ini Athanasius menjelaskan doktrin Roh kudus  yang untuk selanjutnya di sempurnakan kembali oleh Basil dari Caesarea. Di dalam tulisannya ini dia juga berusaha menyempurnakan doktrin mengenai Trinitas yang telah di tulis para teolog sebelumnya dengan lebih jelas dan alkitabiah.
6.   The Life of Antony (antara tahun 356 – 362): Athanasius membantu mempopulerkan gaya hidup Monastik sebagai protes terhadap keduniawian.
Sebelum Konstantin menjadi kristen gereja mengalami aniaya tapi mengalami pertumbuhan rohani tapi setelah Konstantin menjadi kristen gereja tidak lagi mengalami aniaya, gereja kebanyakan  menjadi nyaman dan duniawi. Dan salah satu usaha yang dilakukan orang kristen di zaman itu adalah dengan memiliki cara hidup Monastik di padang gurun seperti yang dilakukan Anthony. Athanasius adalah seorang pendukung gaya hidup seperti ini.
7.   The Festal Letters: Athanasius adalah orang yang pertama mendokumentasikan kanon Perjanjian Baru dan juga seorang gembala yang baik
Sebelum Athanasius sudah banyak orang yang mencoba mengkanonkan Perjanjian baru tapi kalau pertanyaannya “siapa yang pertama kali mengkanonkan 27 kitab Perjanjian Baru tanpa dikurangi dan ditambahkan?” maka orang tersebut adalah Athanasius. Selain seorang teolog yang hebat Athanasius juga merupakan seorang gembala yang baik. Dia suka menulis surat penggembalaan kepada gereja-gereja di bawah keuskupannya.

Siapa yang mempengaruhi Athanasius

Dari apa yang kita ketahui dari tulisannya maka dapat disimpulkan bahwa Athanasius adalah seseorang yang suka belajar dan membaca. Gregory Nazianzus mengatakan bahwa Athanasius terutama memiliki pendidikan dalam ruang lingkup religius dimana dia mempelajari alkitab dan tulisan para teolog sebelum dia, selain itu Athanasius juga mempelajari filsafat-filsafat Yunani untuk menolong dia menjelaskan konsep kekristenan kepada mereka yang saat itu di pengaruh oleh kebudayaan Yunani, dalam hal ini tentu saja Athanasius pasti mahir dalam bahasa Yunani. Oleh sebabnya di dalam tulisannya dia juga pernah mengutip Plato, Homer, Aristotle.[12] Apa yang seseorang baca biasanya akan mempengaruhi pemikiran seseorang tersebut. Karena Athanasius membaca banyak tulisan, lalu tulisan siapa yang mempengaruhi Athanasius? Tentu pertanyaan ini adalah pertanyaan yang menarik.

Adolf Harnack seorang sejarahwan dan teolog liberal yang terkenal berpendapat bahwa dogma kekristenan seperti Tritunggal dan dua natur Kristus adalah produk dari keputusan-keputusan sejarah yang temporer dan situasional. Dia berpandangan demikian karena dia menilai injil telah dicemarkan oleh filsafat Yunani. Maka mungkin tidak mengherankan pula kalau ada yang berpendapat kalau pandangan Athanasius mengenai Kristologi dan Tritunggal sangat dipengaruhi oleh filsafat Yunani. Saat sejarahwan berpikir tentang Athanasius yang contra mundum (melawan dunia) tidak hanya mereka berpikir bahwa Athanasius  hanya melawan dunia kafir dan sesat tapi juga sedikit curiga jika Athanasius sebenarnya juga melawan dunia teologi apostolik.[13] Banyak mereka berpikir kalau Athanasius sebagaimana juga Arius yang sangat dipengaruhi oleh Origen yang pemikirannya sangat dipengaruhi filsafat Yunani. Konteks zaman tersebut memang sepertinya mengharuskan seorang teolog untuk dapat mengerti atau memahami filsafat Yunani agar dia dapat memberitakan injil. Bahkan pemakaian kata “Logos” yang dipakai rasul Yohanes dapat dikatakan sebagai cara untuk memberitakan injil dalam konteks orang-orang yang sudah dipenuhi pemikiran filsafat Yunani. Begitu juga dengan Athanasius, dia membaca tulisan-tulisan filsafat Yunani tapi hanya dalam rangka untuk menjelaskan, memberitakan dan membela injil. Robert A. Case di dalam sebuah jurnal yang  membahas orang-orang yang mempengaruhi  Athanasius berpendapat hal adalah hal yang tidak benar kalau Athanasius dipengaruhi  Origen apalagi oleh filsuf-filsuf Yunani. Pendapatnya ini disertai dengan bukti-bukti yang cukup banyak yang membuktikan bahwa Athanasius memang sangat dipengaruhi alkitab tapi selain itu pemikirannya juga dipengaruhi oleh orang-orang yang ortodoksinya solid seperti Iranaeus dan Ignatius

Pelajaran yang kita dapat dari kehidupan Athanasius

Ada banyak hal yang dapat kita pelajari dari kehidupan Athanasius. Mulai dari keberaniannya dan kegigihannya menentang doktrin yang salah dan tidak kompromi walaupun itu kadang sebuah hal yang tidak populer yang bisa membuat dia kehilangan kedudukan bahkan kehilangan nyawanya sendiri. Disini kita bisa melihat sebuah contoh kehidupan kristen yang melawan arus yang berani menentang siapapun yang salah bahkan menentang pemerintah yang berkuasa saat itu yang pada saat tertentu mendukung Arianisme. Namun Athanasius tetap mengumandangkan kebenaran dia merasa lebih baik kehilangan kedudukannya atau nyawanya dibandingkan kehilangan imannya. Athanasius menghidupi apa yang Paulus katakan kepada jemaat Korintus “Berjaga-jagalah! Berdirilah dengan teguh dalam iman! Bersikaplah sebagai laki-laki! Dan tetap kuat!” (1 Kor. 16:13). 

Selain itu kita juga dapat memetik pelajaran bahwa doktrin adalah sesuatu yang sangat penting, belajar alkitab dan menguasai doktrin itu adalah sangat penting. Banyak sekarang orang kristen malas belajar doktrin bahkan juga para pendeta juga tidak sedikit yang malas belajar. Tapi kalau kita lihat kehidupan Athanasius yang juga adalah gembala, dia bukanlah seorang gembala yang malas belajar doktrin. Di sini kita juga melihat bahwa penggembalaan itu juga terkait erat dengan doktrin. Karena saat seorang gembala yang mengerti doktrin dia akan memperingati jemaatnya kalau ada doktrin sesat yang masuk ke dalam gereja seperti yang dilakukan Athanasius. Tapi kalau seorang gembala atau pendeta tidak mengerti doktrin yang benar dia mungkin akan membiarkan jemaatnya tersesat karena dia tidak memperingatkan jemaatnya.

Dari perjuangan yang dilakukan Athanasius kita juga bisa memahami bahwa doktrin tentang Ke-Allah-an Kristus adalah doktrin yang sangat penting. Dan doktrin inilah yang terus menerus di serang oleh iblis di sepanjang zaman. Karena doktrin tentang Ke-Allah-an Kristus adalah jantung dari teologi kristen. Saat Kristus dikatakan bukanlah Allah maka seperti menurut pemikiran Athanasius maka manusia tidak bisa diselamatkan karena hanya Allah yang bisa menebus ciptaan dan dengan demikian gereja kehilangan berita injil. Di zaman ini mungkin versi Arianisme modern yang paling terkenal adalah Saksi Yehuwa. Dari apa yang penulis amati banyak orang kristen takut di datangi oleh orang Saksi Yehuwa, karena banyak orang kristen tidak menguasai alkitab mereka. Dan ada juga sebagian pendeta yang menyarankan untuk tidak usah berdebat dengan mereka. Tapi kalau kita lihat Athanasius, dia bukanlah orang kristen yang demikian. John Calvin pernah berkata “seekor anjing akan menggonggong kalau tuannya diserang. Dan saya akan menjadi seorang pengecut jika saya melihat kebenaran Allah diserang namun saya tetap diam.” Apa yang dikatakan Calvin ini sangat tepat menggambarkan pribadi Athanasius. Athanasius adalah seseorang yang mengasihi Tuhannya dan bukan seorang pengecut yang diam ketika kebenaran Allah di serang. Hendaknya kita sebagai orang kristen di zaman ini juga dapat mencontoh Athanasius. Kalau kita memiliki kebenaran mengapa kita harus takut menghadapi yang salah.



Referensi:

1.     Philip Schaff, Nicene and Post-Nicene Fathers: Second Series Volume IV Anthanasius: Selects Works and Letters, (Christian Classics Ethereal Library)
2.     David M. Gwynn, Athanasius of Alexandria: Bishop, Theologian, Ascetic, Father (Oxford: Oxford University Press, 2012)
3.     Khaled Anatolios, Athanasius-The Early Church Fathers, (London: Routledge, 2004)
4.     Alister E. McGrath, Christian History: An Introduction, (Oxford: Wiley-Blackwell, 2013)
5.     John Piper, Contending  for our all : defending truth and treasuring Christ in the lives of Athanasius, John Owen, and J. Gresham Machen, (Wheaton, Illinois: Crossway, 2006)
6.     Robert A. Case, Will the real Athanasius please stand up?,  JETS (1976), 283 – 2895
7.     Ken Parry, The Wiley Blackwell Companion to Patristics, (Oxford: Wiley-Blackwell, 2005)
8.     Timothy D. Barnes, Athanasius and Constantius: Theology and Politics in the Constantinian Empire (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1993)




[1] Athanasius di tempatkan dalam  urutan teratas yang di ikuti oleh Augustine, Thomas Aquinas, John Calvin dan Karl Barth.
Christianity’s 5 Most Important Theologians
[2] Setahu penulis sangat minim buku-buku atau tulisan mengenai Athanasius dalam bahasa Indonesia
[3] History of the Patriarchs of the Coptic church of Alexandria:  Chapter 8 -- Athanasius I, the apostolic, the twentieth patriarch (326-373)
[4] Khaled Anatolios, Athanasius-The Early Church Fathers, (London: Routledge, 2004)
Di dalam bukunya ini Khaled Anatolios  mengutip dari Patrologia Orientalis I, 4 (408).
[5] Belakangan debat tentang masalah ini menjadi ramai kembali di kalangan teolog Injil seperti Wayne Grudem,  Bruce Ware, Fred Sanders, Carl Trueman
Eternal Relations in the Trinity: A Brief Summary of the Current Controversy
[6] Arius sendiri sebenarnya bermaksud untuk mempertahankan doktrin Keilahian Allah Bapa yang di sangkali pandangan Modalisme: Ken Parry, The Wiley Blackwell Companion to Patristics, (Oxford:Wiley-Blackwell, 2005), 112
[7] Banyak pakar berpendapat bahwa jika Konstantin bisa memilih maka dia akan mendukung Arianisme  dengan alasan karena Arianisme menekankan satu-satunya Otoritas dimiliki Allah Bapa – yang merupakan sebuah gagasan “Monarki Ilahi” yang paralel dengan pemikiran Konstantin mengenai otoritas dan kuasa kaisar.
Alister E. McGrath, Christian History: An Introduction, (Oxford: Wiley-Blackwell, 2013), 57
[8] David M. Gwynn, Athanasius of Alexandria: Bishop, Theologian, Ascetic, Father (Oxford: Oxford University Press, 2012), 5
[9] Philip Schaff, Nicene and Post-Nicene Fathers: Second Series Volume IV Anthanasius: Selects Works and Letters, (Christian Classics Ethereal Library), 1198
[10] John Piper, Contending  for our all : defending truth and treasuring Christ in the lives of Athanasius, John Owen, and J. Gresham Machen, (Wheaton, Illinois: Crossway, 2006), 72
[11] The Image of the Immanent Trinity: Rahner's Rule and the Theological Interpretation of Scripture (Issues in Systematic Theology) by Fred Sanders
[12] Timothy D. Barnes, Athanasius and Constantius: Theology and Politics in the Constantinian Empire (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1993), 11
[13] Robert A. Case, Will the real Athanasius please stand up?,  JETS (1976), 283 - 2895

Comments

Popular posts from this blog

Sebuah kajian kritis terhadap doktrin pre-tribulasi rapture

Sebuah Biografi Singkat Mengenai Kehidupan John Wesley

Masih Adakah Pewahyuan Sekarang Ini?