Art Katz (1929 - 2007): Seseorang yang menginspirasi dan provokatif
Nama
Art Katz mungkin cukup asing bagi kebanyakan kalangan Injili, bahkan dalam
kalangan kharismatik sendiri dimana dia dibesarkan juga tidak populer, mungkin
karena kritikannya yang tajam terhadap orang-orang kharismatik. Jarang ada
orang yang menulis tentang dia, kecuali beberapa orang seperti jurnalis
Washington Times Julia Duin yang menulis secara singkat tentang dia "The charisma of Art Katz"[1] pribadi Art Katz menurut saya adalah sosok
yang layak di ketahui karena kesaksian hidupnya cukup menginspirasi bagi orang
yang telah membaca dan mendengarkan khotbah-khotbahnya.
Art Katz adalah seorang kristen Yahudi yang
sangat terpelajar, seseorang yang intelek tapi juga prophetic. Sebelum dia
bertobat Art adalah seorang Marxist yang radikal, sesuatu yang menurutnya
adalah sebuah keputusan yang logis bagi dia yang hidup di generasi saat itu.
Sebelum dia menjadi kristen dia sudah di injili beberapa kali oleh orang
kristen, namun menurutnya orang-orang yang menginjili dia tersebut “fake”,
menurut dia orang-orang Yahudi memiliki kemampuan untuk menilai seseorang fake
atau tidak, oleh karenanya orang-orang Yahudi tidak terkesan dengan para
pengkhotbah televisi yang suka berbicara tentang kemakmuran dan kesehatan,
karena mereka tahu ada sesuatu yang salah dengan para pengkhotbah tersebut.
Namun
suatu hari dalam perjalanannya dari Itali ke Yunani di atas dek kapal, dia
membaca alkitab untuk pertama kalinya dan terang dari sorga menerobos hatinya.
Mendengar Art Katz menjadi kristen keluarganya mengirim dia ke Israel dan
ditaruh di asrama Universitas Hebrew dan dipertemukan dengan
professor-professor agar mereka berbicara dengannya untuk “menyelamatkan” agar
tidak menjadi seorang kristen. Namun justru di Israel itulah dia semakin di
teguhkan dengan imannya.
Dalam
masa awal-awal pelayanannya, Art Katz di kenal sebagai penginjil yang “sukses”.
Dia menginjil sampai di kampus-kampus sekuler[2] dengan berdebat dengan para professor dan
rabi. Ada orang-orang yang bertobat on the spot saat mendengarkan dia dan di
penuhi Roh Kudus saat itu juga, dan setelah itu di baptis walau hari sudah
malam. Kalau saya boleh katakan agak-agak seperti kisah para rasul. Dia juga suka muncul dalam program
televisinya Kathryn Kulhman yang kemudian hari dia kritik juga berkenaan dengan
manifestasi Roh Kudus.
Setelah
masa-masa yang cukup sukses dalam pelayanan penginjilannya Art Katz seperti
mendapat panggilan untuk meninggalkan kenyamanannya untuk mendirikan sebuah
komunitas kristen pada tahun 1975 dimana mereka hidup berkomunal.[3] Dia akhirnya meninggalkan semua apa yang
menurutnya nyaman dari rumah dengan tujuh belas kamar di New Jersey, dua mobil
mewah, jaminan kesehatan, jaminan keuangan dan sebagainya. Dengan tinggal di
tempat terpencil dengan orang-orang kudus, dimana mereka bersekutu setiap hari
seperti di kisah para rasul.
Kalau
ada menyangka orang kharismatik adalah mata duitan, sepertinya dugaan itu
sangat salah terhadap orang kharismatik seperti Art Katz. Saya pernah mendengar
dari seorang hamba Tuhan yang tinggal di Malaysia yang pernah berkunjung ke
komunitas Art Katz tinggal, dia berkata mereka (Art dan komunitasnya) memilih
menjadi miskin. Pernah suatu hari dia mendapat pemberian uang yang sangat besar jumlahnya, namun uang
itu di donasikan ke Voice of The Martyr. Satu hal lain yang menarik adalah di
komunitas yang “kharismatik” ini kalau kebaktian tidak menggunakan alat musik,
karena mereka takut “penyembahan” melalui musik melampaui realitas penyembahan
kehidupan mereka sebenarnya kepada Tuhan, atau takut cuma emosi saja.
Pada
tahun 1985 – 1987 Art Katz seperti menjalani masa sabatikal dalam pelayanan,
dimana dia hanya tinggal di komunitasnya dan tidak melayani ke berbagai belahan
dunia. Di masa-masa ini dia masuk seminari Lutheran untuk mengambil gelar
master teologi. Seminari ini adalah seminari yang liberal , dosennya saja ada
yang lesbian menurut Art Katz. Dan di seminari dia suka mengikuti kebaktian
kapel, namun tidak ada satupun khotbahnya yang dia ingat. Menurut Art
orang-orang itu begitu berhati-hati dalam mempersiapkan khotbah sehingga tidak
memberikan ruang bagi Roh Kudus untuk bekerja. dia sendiri akhirnya sangat
dipersulit untuk lulus dari seminari tersebut namun demikian dengan pertolongan
Tuhan dia akhirnya lulus juga dengan thesis dari buku yang dia tulis “The Holocaust:
Where Was God?”. Yang menarik juga saat wisuda dia memperhatikan para professor
yang menggunakan segala “kebesarannya”, dia merasakan adanya kesombongan pada
orang-orang tersebut dengan segala pencapaiannya.
Setelah
masa sabat pelayanan ini Art Katz menurut penuturannya mendapatkan pewahyuan
tentang rahasia gereja dan Israel. Dan hal inilah yang akhirnya inilah yang
banyak dia sampaikan di sepanjang sisa pelayanannya. Pesan yang dia sampaikan
ini merupakan berita “buruk” bagi orang Yahudi, dia berkata bahwa apa yang
dialami orang Yahudi pada masa Holocaustnya Hitler cuma kid’s stuff di
bandingkan apa yang akan terjadi nanti di depan bagi orang-orang Yahudi di
waktu masa kesusahan bagi Yakub.[4] Banyak orang-orang Yahudi kristen yang
akhirnya membenci dia karena apa yang dia sampaikan ini. Juga orang-orang
kristen non-Yahudi yang memiliki pandangan kalau negara Israel yang ada
sekarang ini adalah sesuatu yang di janjikan Tuhan dan tidak akan di hancurkan.
Art Katz juga percaya gereja pada saat masa tribulasi nanti tidak akan
mengalami rapture, tapi gereja ada untuk menolong orang-orang Yahudi membawa
mereka mengenal Allah mereka, sebagaimana yang telah di lakukan Corrie Ten
Boom. Terlepas dari kita setuju atau tidak dengan apa yang dipercaya Art Katz
(topik ini adalah topik perdebatan yang ramai), orang ini menyampaikan apa yang
dia percaya dengan kesungguhan yang luar biasa.[5]
Selain
persekutuan dia dengan Tuhan dalam doa dan firman Tuhan, saya percaya apa yang
membuat dia memiliki pandangan demikian adalah juga karena apa yang dia baca.
Cukup banyak orang yang saya tahu mempengaruhi dia, Selain sangat “ngefans”
dengan Oswald Chambers dan Charles Spurgeon dia juga di pengaruhi orang-orang
seperti A.W Pink, John Murray, A.W Tozer, Watchman Nee, Adolph Shapir, George
Ladd, Walter Brueggemann sampai Karl Barth. Dari khotbahnya dia yang saya
dengar “penemuan terakhirnya” adalah P.T
Forshyt seorang teolog Inggris yang tulisannya menurut saya susah di baca.
Yang
agak mengherankan bagi sebagian orang mungkin adalah karena dia sangat menyukai Karl Barth (kebanyakan tidak di sukai
oleh orang Injili), bahkan dalam salah
satu khotbahnya dia hanya membacakan khotbahnya Karl Barth dari Mazmur 24 lalu
dia memberikan komentar atas khotbah tersebut. Suatu hal yang dahulu sempat
membuat saya bingung, namun belakangan ini saya bisa mengerti kenapa dia suka
Karl Barth. Karena memang banyak hal baik yang bisa diambil dari Karl Barth.
Selain
teologinya yang menarik, yang membuat saya cukup terkesan adalah bagaimana dia
berkhotbah. Pernah dalam beberapa khotbah sebelum dia berkhotbah dia berkata
“anda akan menyesal atau bersyukur melihat muka saya”. Dia berkata demikian
mungkin karena dia merasa kesempatan berkhotbah adalah cuma hanya sekali dan
kesempatan itu tidak akan diberikan lagi. Mungkin adalah hal yang sama seperti
yang dikatakan Richard Baxter “Saya berkhotbah seperti tidak pernah yakin akan
dapat berkhotbah lagi, dan seperti seorang yang sekarat kepada orang-orang yang
sekarat.” Dia menganggap khotbah itu adalah suatu tugas yang luar biasa yang
diberikan Allah kepada manusia yang berasal dari debu tanah. Dia menulis
artikel yang sangat baik mengenai topik khotbah ini dalam “Preacher Of
Righteousness by Art Katz”[6] yang menurut saya dalam
tulisan ini dia cukup di pengaruhi oleh Karl Barth. Dan memang khotbahnya dia
sangat mempenetrasi, orang tidak bisa hidup sebagaimana biasanya lagi, orang
tidak bisa memiliki tujuan yang lebih rendah lagi. Banyak orang mengatakan hal
yang serupa setelah mendengarkan Art Katz.
Yang
menarik lagi selain teologi dan khotbahnya bagi saya adalah passion dan
komitmennya kepada Tuhan. Orang ini selalu berusaha menyelidiki hatinya sendiri
dengan sungguh-sungguh. Pernah dalam suatu khotbahnya yang sangat terkenal dan
sangat keras “One Think You Lack”[7] dia menceritakan sampai menembak anjingnya
sendiri, karena dia merasa anjingnya itu merupakan sesuatu yang berbahaya bagi
dirinya. Ada sesuatu yang bisa dia dapatkan dari anjing yang dia tidak bisa
dapatkan dari manusia, anjing selalu taat dan tunduk dimana kita tidak
mempunyai kecurigaan kepada anjing tersebut.
Salah
satu hal yang sering dia kritik tentang kebanyakan orang kristen adalah soal
komitmen mereka yang begitu rendah. Allah menurut Art menghendaki orang kristen
yang total, final, central yang telah membuang semua kekayaannya dan menjadi
miskin (kadang menurut dia ini juga bisa berarti literal) dengan bergantung
sepenuhnya kepada anugerah Allah. Orang ini menurut saya sangat provokatif
untuk mendorong kita untuk mengejar Allah. Ya tentu saja orang ini tidak
sempurna tapi buat saya pribadi dia menjadi berkat bagi saya dan banyak hal
yang bisa di pelajari darinya.
[1] DUIN:
The charisma of Art Katz
http://www.washingtontimes.com/news/2009/sep/3/the-charisma-of-art-katz/
[2] Ini
adalah salah satu kesaksian seorang Yahudi yang akhirnya menerima Kristus di
kampus sekuler melalui pelayanan Art Katz
Into
the Light: From thinking about life to living with God
http://www.messianicinsight.com/2010_04_01_archive.html
[3] Sejauh
yang saya tahu kebanyakan orang yang hidup berkomunal biasanya menjadi bidat
kecuali beberapa orang seperti Art Katz, Keith Green dan Noel Stanton pendiri
Jesus Army
[4] DVD
16 The Time Of Jacobs Trouble by Art Katz
https://www.youtube.com/watch?v=UaKmieXj-BY
[5] DVD
19 - The Agony And Ecstasy Of Paul by Art Katz
https://www.youtube.com/watch?v=HdSS-90dCMA
[6] Preacher
Of Righteousness by Art Katz
http://artkatzministries.org/articles/preachers-of-righteousness/
Comments