Penderitaan sebagai konsekuensi logis dari iman kristen: Refleksi dari kehidupan jemaat Smirna
Di antara
tujuh kota yang disebutkan dalam kitab Wahyu Smirna adalah satu-satunya kota
yang tetap ada sampai hari ini. Kota Smirna sekarang terletak di negara Turki
bagian Barat yang disebut kota Izmir. Sebagaimana jemaat Filadelpia, jemaat Smirna
juga tidak mendapat teguran dari Tuhan yang menunjukkan bahwa jemaat Smirna
adalah jemaat yang setia dan hidup benar di hadapan Tuhan. Namun hidup setia
dan benar di hadapan Tuhan tidak melepaskan jemaat Smirna dari penderitaan. Betapa
berbedanya apa yang di alami jemaat Smirna ini dengan para pengajar kekristenan
yang menjanjikan kehidupan kristen yang mudah dan tanpa kesusahan, seperti
bukunya Joel Osteen “Your Best Life Now.” Beberapa hal berikut ini adalah
penderitaan yang di alami jemaat Smirna Pertama
mereka susah dan menderita (Wah. 2:9), Kedua
mereka di fitnah (Wah. 2:9), Ketiga mereka
akan dipenjara oleh karena iman mereka (Wah 2:10 a), Keempat mereka akan menjadi martir bagi Kristus (Wah. 2:10 b).
Dari teks
yang kita bisa baca mengenai jemaat Smirna ini, masa lalu jemaat Smirna ini
penuh penderitaan dimana dikatakan mereka miskin, susah dan mengalami fitnahan,
namun masa depan mereka di dunia ini juga tampaknya tidak menjanjikan. Setelah
mereka mengalami semua penderitaan itu, apa yang menanti selanjutnya? Yang
menanti mereka adalah penjara dan kematian (Wah. 2:10). Masa depan penuh
pengharapan bagi mereka tampaknya hanya akan terjadi dibalik kuburan. Dan kenyataannya
menurut sejarah memang di Smirna terjadi penganiayaan terhadap orang-orang
Kristen terjadi amat intensif, sangat kejam dan paling menumpahkan darah, salah
satunya menumpahkan darah Polikarpus uskup Smirna, dimana kisahnya menjadi
salah satu kisah yang paling terkenal dalam sejarah gereja.
Pelajaran
yang bisa kita ambil dari jemaat Smirna ini adalah pertama, bahwa penderitaan dan kemartiran adalah suatu konsekuensi
logis dari iman kita kepada Kristus di dunia yang memusuhi Allah ini. Dan
adalah sebuah hal yang aneh kalau gereja tidak mengalami aniaya di dunia ini,
yang bisa menandakan bahwa gereja sedang hidup dalam kompromi dan hidup di
bawah standar, seperti yang dikatakan John Stott “Kita cenderung untuk
menghindari penderitaan dengan kompromi. Standar moral kita sering tidak terasa
lebih tinggi dari standar dunia. Hidup kita tidak menantang dan menegur
orang-orang kafir dengan integritas atau
kemurnian atau kasih kita. Dunia tidak melihat alasan apapun dalam hidup kita
untuk membenci kita”[1]
Kedua, kita sebagai orang kristen tetap
bisa bertahan dalam penderitaan apapun yang kita alami dari kemiskinan,
kesusahan, fitnahan bahkan sampai kematian itu sendiri. Karena Dia yang berkata
yang telah mati dan hidup kembali, Dia sendiri mengalami penderitaan yang
paling puncak yang pernah di alami manusia. Dan Dia berjanji untuk memberi kita
kekuatan untuk menanggung semua penderitaan yang kita alami. Bahkan karena Dia
sudah hidup kembali Dia berjanji kalau seandainyapun kita mengalami kematian,
kita akan memiliki hidup kekal karena kita tidak akan mengalami kematian yang
kedua (Wah. 2:11).
Ketiga, semua penderitaan yang dialami oleh
orang kristen adalah dalam kedaulatan Allah, penderitaan itu tidak di design
Allah untuk menghancurkan iman kita justru untuk meningkatkan iman kita
sehingga hidup kita bisa memuliakan Allah bahkan kematian kita memuliakan
Allah. Tepatlah apa yang dikatakan Paulus bahwa kita adalah lebih dari
pemenang, karena kalau kita hidup kita hidup bagi Kristus dan kalau kita mati
itu adalah keuntungan.
[1] John Stott, What Christ Thinks of the Church: An Exposition of Revelation 1-3 , (Baker
Books, 2003), 43
Comments