Hari Tuhan sebuah akhir dari hari manusia – John Harrigan



Kitab suci mempresentasikan sebuah jawaban yang jelas dan sederhana terhadap bencana yang ditimbulkan oleh Adam dan Hawa. Allah akan menunjukkan kebenaran-Nya dan menghakimi dosa-dosa yang dilakukan manusia. Dia akan memperbaiki apa yang telah di rusak oleh manusia dan Dia akan membenarkan apa telah di selewengkan manusia. Kerinduan terdalam untuk sebuah kehidupan yang benar adalah tenaga penggerak di balik kitab suci. Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru secara esensi, naturnya adalah profetik, ‘’ yang memberitahukan akhir dari mulanya” (Yesaya 46: 10 ESV), menantikan kesudahan dari apa yang salah di taman Eden.

“Akhir” dari pewahyuan alkitabiah ini dikemas dalam sebuah peristiwa yang terjadi cuma sekali yang di sebut sebagai “hari Tuhan” ” (Yesaya. 13:6,9; Yehezkiel. 30:3; Yoel 1:15; 2:1,11,31; 3:14; Amos 5:18; Obaja. 1:15; Zefanya. 1:7,14; Zakaria. 14:1; Maleakhi. 4:5; Kis 2:20; 1 Korintus. 5:5; 1 Tesalonika. 5:2; 2 Tesalonika. 2:2; 2 Peter 3:10). Hari yang akan datang ini akan menundukkan kesombongan, dosa dan pemberontakan yang dimulai di taman Eden – yang mana, “ Manusia yang sombong akan ditundukkan dan orang yang angkuh akan direndahkan; hanya TUHAN sajalah yang maha tinggi pada hari itu” (Yesaya. 2:17; Yesayaa. 13:11; Maleakhi. 4:1).

Buku-buku sejarah kita tidak habis-habisnya menulis tentang kemuliaan manusia – kemajuan kita, pengetahuan kita, peradaban kita. Kita secara buta berusaha sekuat tenaga untuk meninggikan manusia, berseru untuk “hari manusia” yang mana kita melakukan itu selalu dengan semangat dan ambisi yang terus bertambah. Bagaimanapun, sebuah hari akan datang untuk Tuhan” (Zakaria 14:1 NASB), saat dimana Allah akan di agungkan dan dimuliakan – karena “seluruh umat manusia akan datang untuk sujud menyembah di hadapan-Ku, firman TUHAN.” (Yesaya 66:23).

Karena efek dari dosa adalah bersifat progresif dan kumulatif, maka hari Tuhan adalah secara esensi adalah apokaliptik. Sejarah alkitabiah, dari awal hingga akhir, adalah sebuah narasi yang mana ada penantian yang semakin dekat menuju sebuah bencana akhir dari Allah.  Karenanya seruan tegas para nabi: “Wahai, hari itu! Sungguh, hari TUHAN sudah dekat, datangnya sebagai pemusnahan dari Yang Mahakuasa.” (Yoel 1:15; cf Yesaya 13:6).

Yesaya memberikan garis besar konklusi apokaliptik dari sejarah alkitabiah: 
Sungguh, hari TUHAN datang dengan kebengisan,
dengan gemas dan dengan murka yang menyala-nyala,
untuk membuat bumi menjadi sunyi sepi
dan untuk memunahkan dari padanya orang-orang yang berdosa.
Sebab bintang-bintang dan gugusan-gugusannya di langit
tidak akan memancarkan cahayanya;
matahari akan menjadi gelap pada waktu terbit,
dan bulan tidak akan memancarkan sinarnya.
Kepada dunia akan Kubalaskan kejahatannya,
dan kepada orang-orang fasik kesalahan mereka;
kesombongan orang-orang pemberani akan Kuhentikan,
dan kecongkakan orang-orang yang gagah akan Kupatahkan. (Yesaya 13: 9-11)

Buta terhadap betapa mengerikannya dosa, tuli terhadap seruan para nabi, dan tidak menghiraukan penghakiman yang akan datang, manusia terus hidup dalam kesombongan mereka dan arogan terhadap “menjelang datangnya hari TUHAN yang besar dan dahsyat itu.” (Maleakhi 4:5). Hari itu akan menjadi bencana malapetaka paling hebat yang melampaui semua yang manusia dapat bayangkan: “Bumi terhuyung-huyung sama sekali seperti orang mabuk dan goyang seperti gubuk yang ditiup angin; dosa pemberontakannya menimpa dia dengan sangat, ia rebah dan tidak akan bangkit-bangkit lagi.” (Yesaya 24:20). Sama seperti banjir waktu zaman Nuh, api akan menghanguskan bumi dengan hebatnya: “Mereka tidak dapat diselamatkan oleh perak atau emas mereka pada hari kegemasan TUHAN, dan seluruh bumi akan dimakan habis oleh api cemburu-Nya; sebab kebinasaan, malah kebinasaan dahsyat diadakan-Nya terhadap segenap penduduk bumi.” (Zefanya 1:18). 

Oleh karenanya seluruh umat manusia dan eksistensi ilahi sedang bergerak menuju sebuah momen klimaks ini di dalam sejarah, yang mana momen itu sendiri menjelaskan semua momen yang mendahului dan interaksi-interaksi di dalamnya. Kebudayaan-kebudayaan kuno seperti Kanaan, Mesopotamia, Persia, Babel, Yunani dan Romawi – adalah apokaliptik hanya karena manusia di ciptakan dalam rupa gambar Allah dan sejarah itu sendiri adalah apokaliptik.Meskipun selalu ada penyimpangan (sama penyimpangan-penyimpangan yang sudah lama terjadi seperti penyimpangan mengenai pandangan dunia (worldview), penciptaan dan banjir Nuh) apokaliptikisme masih merupakan sebuah tenaga penggerak sepanjang sejarah dan lintas budaya, karena manusia secara intuitif (mampu memahami atau mengetahui tanpa di pikirkan atau di pelajari) puncak akhir dari ketidakbenaran. Meskipun, semenjak Adam dan Hawa berdosa, Allah telah menunjukkan kemurahan-Nya; namun kitab suci menubuatkan kehidupan manusia bergerak ke satu arah, seperti sebuah panah raksasa yang sedang menuju penghakiman hari Tuhan.

Comments

Popular posts from this blog

Masih Adakah Pewahyuan Sekarang Ini?

Sebuah Biografi Singkat Mengenai Kehidupan John Wesley

Pengertian Kelahiran Kembali (Regenerasi) dan Efek yang mengikutinya