Ketika Hidup Bagaikan Padang Gurun – N.T Wright
Padang
gurun dan perjalanan spiritual sangat menyerupai Masada. Sebagian orang
mengalami segala sesuatunya gersang. Tidak ada kesukaan dalam doa atau
pembacaan Alkitab. Pergi ke gereja menjadi sesuatu yang menjemukan dan sia-sia.
Sakramen menjadi upacara tanpa makna. Di mana sebelumnya ada pengalaman akan
kehadiran Allah sebagai orangtua yang mengasihi, merawat lembut dan membimbing,
atau bimbingan hikmat dari Roh Kudus, kini hanya ada kehampaan yang dalam.
Kisah Yesus yang sebelumnya penuh daya tarik dan stimulasi, sebagai semacam
buku catatan dari kehidupan seorang sahabat karib, berubah menjadi membosankan,
dan bahkan kisah salib dan kebangkitan jelas kehilangan kuasanya untuk
menyentuh hati. Ini adalah pengalaman biasa dari banyak sekali orang Kristen di
tahap tertentu ziarah mereka. Tragisnya, beberapa orang langsung menyimpulkan
bahwa yang terjadi di Yordan adalah khayalan, suatu fase yang berlalu, bahwa
sesungguhnya tidak ada Yerusalem dalam perjalanan selanjutnya. Sebagian orang
lagi berputar-putar membuta tanpa harapan, dan tersandung oleh kecelakaan –
atau tepatkah mengatakan itu hanya kecelakaan? – lalu akhirnya balik ke
perjalanan yang benar. Tetapi jalan kedewasaan Kristen adalah mengenali jalan
padang gurun sebagaimana adanya – suatu jarak di jalan yang disebut “Kesetiaan”
– dan menempuhnya dengan ketaatan dan kesabaran:
Aku berkata kepada jiwaku, diamlah,
dan nantikan tanpa harapan
Sebab harapan menjadi harapan akan
hal yang salah; nantikan tanpa kasih
Sebab kasih menjadi kasih kepada
hal yang salah; namun masih ada iman
Tetapi iman dan kasih dan harap,
semuanya sedang menanti.
Nantikan tanpa berpikir, sebab Anda
belum siap untuk pikiran.
Maka kegelapan akan menjadi terang,
dan diam menjadi tarian.
Tentunya,
ada banyak faktor yang jelas dapat berkontribusi kepada perasaan kosong ini,
atau pengalaman padang gurun rohani ini. Ini bukan sekadar sesuatu yang keliru
orang sebut sebagai “murni masalah spiritual.” Keletihan dapat banyak
berpengaruh. Ketika Elia melarikan diri dari Izebel sesudah membunuh para nabi
Baal, ia pergi ke padang gurun seharian perjalanan, dan menjadi sedemikian
tertekan sampai ia meminta Allah membunuhnya di situ saat itu juga. Apa jawab
Allah? Banyak, tetapi tiga yang pertama ialah tidur, makan dan minum. Baru
sesudah itu Elia siap untuk langkah berikut perjalanan gurunnya.
Terkadang
seluruh keadaan ini dapat diakibatkan oleh diri sendiri. Kita membiarkan
tekanan menggunung; kita mendorong diri kita bahwa tidak cukup waktu untuk
istirahat, atau kita tidak cukup makan sebab kita bekerja terlalu keras;
pesan-pesan yang tubuh kita kirim tidak ditanggapi, maka akhirnya sistem
melemah. Jika, dalam kasus seperti ini, kita mengacaukan gejala masalah – yaitu
ketidakmampuan kita untuk merasakan kehadiran Allah dan kasih-Nya – sebagai
akarnya, kita ada dalam bahaya proyeksi kosmis, yaitu menyalahkan Allah karena
masalah kita, seperti seorang anak yang mengunci diri dalam kamar dan berteriak
marah ke ibunya sebab tidak masuk menemukannya.
Tetapi
terkadang masalahnya memang tidak terhindari. Boleh jadi terdapat akar masalah
medis, seperti keletihan dan depresi yang kerap mengiringi operasi atau
melahirkan anak. Terkadang ada pada lingkungan dekat kita yang tak terhindari,
sementara kita menyaksikan seseorang yang sangat kita kasihi menderita penyakit
yang mengancam hidupnya. Terkadang ia merupakan akibat alami dari suatu
perubahan hidup yang besar: pekerjaan baru, pindah ke tempat baru, perubahan
dalam keadaan keluarga. Garis-garis yang saling berkaitan antara mental,
jasmani, emosional dan spiritual seringkali terlalu rumit dan halus dari yang
biasanya kita sangka; dan jika Anda berpendapat dapat melakukan sesuatu di satu
aspek dengan tidak memengaruhi aspek lainnya, kemungkinan Anda akan kedatangan
masalah dari aspek lain. Entah disebabkan oleh apa, akibatnya seringkali adalah
masa di padang gurun. Dan itu tidak jauh, ia ada di balik bukit.
Khususnya
tentu, padang gurun adalah tempat pencobaan. Ia merupakan tempat di mana
berbagai pilihan nyata dibuat. Adalah berbeda berada bersama orang banyak turun
menuju Yordan untuk baptisan atau ke Kota Suci sambil meneriakkan Hosana, dari
sendirian di jalan yang panas berdebu dan sepi dan Anda tidak pasti di mana
Anda berada, atau siapa sesungguhnya Anda? Apakah sesungguhnya arti semua ini?
Mengapa tidak... ubah saja batu-batu ini menjadi roti? Benarkah Allah berkata
“Kamulah AnakKu yang Kukasihi, kepada siapa Aku berkenan?” Jangan-jangan semua
itu hanya impian! Jika Allah sungguh serius tentang perkataan itu, mengapa kamu
merasa seperti ini sekarang? Mengapa tidak menyimpang, dan memungkinkan dirimu
mendapatkan semua kenikmatan dan rangsangan yang orang lain miliki? Tahukah
kamu, puasa dan doa ini, sama sekali tidak wajar. Kamu perlu hidup di dunia
nyata dan berhenti membodohi diri sendiri.... Dst.
Comments