Kesaksian Ibu K.P Yohannan
Pada 27 Agustus 1990 jam 06.10 Ibu
saya meninggal. Dia meninggal pada usia 84 tahun. Kata-kata terakhirnya adalah,
“saya akan pergi ke rumah Bapa”. Dia sangat mengasihi Tuhan dan mempunyai
hubungan yang sangat dekat dengan-Nya. Melalui contoh hidupnya sendiri dia
mengajar 6 anak laki-lakinya untuk mengasihi Yesus. 21 cucunya dan 5 buyutnya
juga tersentuh oleh kasihnya kepada Tuhan
Sejauh yang saya ingat, Ibu selalu
bangun jam 4 pagi untuk membaca alkitabnya dan berdoa. Berjam-jam dia
mencurahkan isi hatinya kepada Bapa yang dikasihinya dan dia mendapatkan
kekuatan melalui firman-Nya. Kemudian dia membangunkan seluruh keluarganya dan
berkata, “waktunya untuk berdoa!” setiap pagi kami duduk berkumpul untuk
membaca alkitab dan berdoa. Saya tidak dapat mengingat sekalipun kalau saya
pernah melihat Ibu pada pagi hari tanpa alkitab di tangannya.
Saya masih dapat mengingat dengan
jelas dia membawa saya ke sebuah pertemuan injil. Saya baru berusia 8 tahun,
tapi saat itu saya memberikan hati saya kepada Yesus.
Saya berkomitmen melayani Tuhan pada
usia 16 tahun, itu adalah sebuah jawaban langsung bagi doa-doa Ibu saya juga.
Karena selama 3-1/2 tahun dia berpuasa dan berdoa setiap jumat, memohon kepada
Tuhan untuk memanggil salah satu anak laki-lakinya untuk menjadi misionaris.
Dan sangat jarang ada hari berlalu tanpa dia mengunjungi beberapa rumah di desa
saya untuk bersaksi tentang Tuhan.
Saya sedang ingin pergi dari India ke
Korea Selatan untuk berbicara di konferensi misi saat dia dibawa ke rumah sakit
karena masalah jantung. Saya membatalkan perjalanan saya dan tetap tinggal di
India, saya mengunjungi dia setiap hari, membacakan alkitab baginya dan berdoa
bersamanya. Selagi saya mulai membacakan sebuah ayat, dia menyelesaikan ayat
itu karena dia mengingat ayat itu. selagi dia terbaring di rumah sakit dia
terus berbicara tentang Yesus.
Para dokter, perawat dan yang lainnya,
semua tersentuh oleh imannya yang kuat tapi sederhana. “saya akan segera
pulang,” dia mengatakan kepada mereka. “saya sangat bahagia.”
Satu hari sebelum dia meninggal dia
menggenggam tangan dokter yang masih muda yang datang ke tempatnya berbaring
dan berkata kepadanya, “duduklah disini dan nyanyikanlah bagiku “ “ketika namaku
dipanggil, ku ada’’
Besok paginya saudara saya yang paling
tua menelpon saya kalau Ibu baru saja meninggal. Dia begitu rindu untuk ke rumah
Bapa dan akhirnya dia pulang.
Setelah kematiannya dokter-dokter yang
menanganinya mengatakan kepada saya kalau mereka tidak pernah melihat kedamaian
atau keyakinan seperti yang dimiliki Ibu saya pada orang yang sedang sekarat.
Lalu tibalah acara pemakaman, hari
yang paling menyedihkan dalam hidup saya. Tapi ribuan orang datang menghadiri
pemakaman Ibu saya, mereka yang hidupnya tersentuh oleh Ibu.
Adalah kewajiban saya sebagai anak
yang paling muda yang paling terakhir ke peti jenazah sebelum di tutup dan
untuk menutupi wajah Ibu dengan kain tudung. Saudara saya yang tertua berada di
ujung peti jenazah. Selagi saya mau menutup wajah Ibu saya dengan kain tudung,
ada sesuatu yang mengejutkan saya. Saat saya melihat wajah Ibu saya menyadari
ada sesuatu yang hilang. Dan itu adalah antingnya. Saya tidak pernah melihat
Ibu tanpa antingnya. Dan kalung emas kecil yang adalah tanda pernikahannya
dengan ayah saya – itu juga tidak ada di lehernya. Dan cincin di jarinya yang
selalu dia gunakan – itu juga tidak ada.
Ada begitu banyak yang terjadi yang
tidak saya perhatikan sampai sekarang, di dalam detik-detik terakhir
kehidupannya di bumi ini.
Selagi saya menutup wajahnya dengan
kain tudung, ada satu hal lagi yang mengejutkan saya, alkitabnya tidak ada
juga.
Setelah peti jenazah di tutup,
kerumunan bubar dengan tenang dan keluarga saya berjalan perlahan-lahan menuju
rumah.
Saat kami tiba di rumah, saudara saya
yang paling tua yang sekarang mengurus acara-acara keluarga setelah kematian
Ibu, membawa saya ke samping. Semenjak kematian Ayah kami tahun 1974, saya
melihat dia sebagai kepala dalam keluarga kami, sebagaimana kebiasaan di tanah
kelahiran saya. Saya meminta pendapatnya dalam hal yang berkaitan dengan
keluarga saya dan menghormati permintaannya.
“Saya tahu kamu akan pergi keluar
negri tidak lama lagi.” Dia berkata kepada saya sore itu. “tapi saya pikir kamu
mungkin ingin tahu berapa banyak uang yang Ibu simpan di bank.”
Saya penasaran, saya membayangkan Ibu
saya akan menyimpan uang yang banyak karena 6 anak-anaknya selalu memberikan dia
uang selama bertahun-tahun ini.
“Saya memeriksa apa yang ditinggalkan
Ibu,” dia mengatakan kepada saya kalau dia hanya mempunyai dua atau tiga dollar
yang tersisa.
‘’Apa?’’ saya terkejut
“Iya” jawabnya. “ dan dia juga
mempunyai sebuah catatan apa yang dia lakukan dengan uangnya.”
Kami tidak pernah tahu apa dia lakukan
dengan uang yang kami berikan kepadanya, tapi sore itu saya tahu selama
bertahun-tahun dia mengirim uang dengan setia kepada banyak misionaris, murid
sekolah alkitab dan orang-orang lainnya yang melayani Tuhan
“Oh ngomong-ngomong, saudara saya menambahkan,
“Ibu ingin antingnya, kalung emasnya dan cincinnya di jual dan uangnya
dipergunakan untuk pekerjaan misi untuk menjangkau orang-orang yang belum
pernah mendengar injil
Saya menjadi terdiam setelah mendengar informasi ini. Ini bukan hanya sebuah ilustrasi lain yang bagus dari seorang kudus Allah; tapi ini adalah Ibu saya. Hal ini membuat saya lebih banyak berpikir tentang kekekalan dan tentang hidup saya sendiri serta apa yang menjadi prioritas saya.
Comments