Kadang
saya
merasa banyak sekali orang orang kristen yang merasa dirinya
orang baik
baik karena mereka sudah pergi ke gereja, “melayani”, tidak
melakukan dosa yang
besar-besar dan kebanyakan mereka merasa yakin kalau diri mereka
akan masuk
surga walaupun diri mereka penuh dengan “aku” semuanya tentang
saya : masa
depan saya, cita-cita saya, pekerjaan saya, ambisi saya.
Seandainya pun mereka
ke gereja bagi mereka itu adalah seperti sebuah kewajiban dan
karena mereka
takut dilempar ke neraka. Seandainyapun mereka menggunakan ayat
ayat alkitab
mereka menggunakan ayat-ayat itu untuk mendukung atau
melegitimasi rencana atau
cita-cita mereka. Seandainya pun mereka berdoa, doa mereka penuh
dengan : berkati
ini saya, itu saya dan lain-lain, kembali seperti yang saya
katakan sebelumnya
mereka penuh dengan ‘aku”.
Mereka
ini
tidak pernah melihat atau merasa diri mereka sangat mengerikan,
manusia
yang sebenarnya yang hanya layak untuk dihukum dan di lempar ke
neraka.
Akibatnya mereka tidak pernah menghargai korban atau karya
Kristus di kayu
salib dengan benar, mereka tidak pernah mengerti betapa besar
cinta kasih Tuhan
atas manusia berdosa. Mereka gagal memahami ini dengan benar
karena mereka
gagal mengenali dosa-dosa mereka. Kegagalan memahami apa yang
Kristus sudah
korbankan di kayu salib mengakibatkan mereka gagal untuk hidup
bagi Kristus.
Mereka mungkin beribadah dan melakukan berbagai macam kegiatan
agama tapi
sebenarnya mereka tidak pernah hidup bagi Kristus mereka masih
hidup bagi diri
mereka sendiri.
Mereka
ini
tidak pernah merasa terbeban, khawatir buat gereja dan pekerjaan
Tuhan di
bumi ini, yang mereka khawatirkan dan gelisahkan adalah hal-hal
mengenai diri
mereka sendiri : masa depan mereka, pekerjaan mereka, kuliah
mereka, cita-cita
mereka, liburan mereka, kesenangan mereka. Sekali lagi ini
menunjukan kalau
mereka tidak pernah hidup bagi Kristus mereka masih hidup bagi
diri mereka
sendiri. dan mereka tetap merasa diri mereka orang baik baik.
Tragis kalo saya
bilang...
Banyak
orang
bilang bahwa mereka yang pantas hidup radikal bagi Tuhan adalah
mereka
yang dulunya hidup hancur dan rusak atau mereka yang berada di
sebuah gereja
yang bagus mungkin seperti Times Square Church, tapi menurut saya itu tidak benar dan tidak bisa
dijadikan sebagai
suatu pembenaran bagi mereka yang berlatar belakang baik baik
dan berada di
gereja yang biasa biasa saja atau mungkin buruk
untuk tidak hidup radikal dan memberikan segalanya bagi
Tuhan.
Belum
lama
ini saya membaca bukunya A.W Tozer, dia cerita kalau dirinya
sangat buruk
kalau dibandingkan dengan pria pria lain yang baik. Dia kadang
suka berdoa
membawa nama-nama pria baik itu “ Tuhan saya tidak sebaik
pria-pria ini namun
mereka tidak bisa lebih mengasihi-Mu lebih daripada saya
mengasihi-Mu” karena
siapa yang paling banyak diampuni dosanya, dia yang akan lebih
mengasihi.
Yang
saya
mau sampaikan adalah Tozer ini kalau menurut orang kebanyakan
adalah bukan
orang jahat, dia bukan pecandu narkotik dll, dia orang yang
sangat baik , anak
pedesaan yang lugu dan polos, dia punya IQ yang sangat tinggi.
Tapi kenapa dia
merasa dirinya dia sangat buruk (saya percaya dia berbicara ini
karena dia
memang benar-benar merasa sangat buruk) karena dia mengerti
dengan baik siapa
diri dia sebenarnya “manusia yang sudah jatuh dalam dosa”, dia
sangat mengerti
dengan baik kalau manusia sudah mengalami kerusakan total.
Jadi
untuk
mengasihi Tuhan itu kalau yang saya tangkap sebenarnya tidak ada
hubungannya dengan latar belakang dan kita bergereja dimana.
orang yang sangat
jahat latar belakangnya dan orang yang latar belakangnya sangat
baik seperti
Tozer ke dua duanya bisa berkata kalau mereka memang sangat
buruk dan bukan
orang baik, dan mereka merasa dosa mereka sangat besar tapi
Tuhan mengampuni
mereka yang akibatnya mereka mengasihi Tuhan dengan
sungguh-sungguh.
Yang
seharusnya
jadi pertanyaan bagi kita adalah kenapa A.W Tozer bisa seperti
itu
dan kita tidak (dalam hal ini saya tidak percaya kalau Tuhan
disikriminatif dengan
hanya memberikan pengenalan Tuhan yang benar hanya ke beberapa
orang seperti
A.W Tozer, Paul Washer, Spurgeon, Leonard
Ravenhill dll) jawabannya karena banyak orang tidak mau
membayar harga.
Seperti yang pernah dikatakan Paul Washer banyak orang
menghargai Tozer dan Spurgeon
tapi hampir tidak ada
orang yang mau
bayar harga yang mereka bayar, hampir tidak ada orang yang mau
kesepian, hampir
tidak ada orang yang mau berbeda dengan orang lain, hampir tidak
ada orang yang
mau mati terhadap dunia dan dirinya sendiri. Tozer sendiri
pernah mengatakan,
kita bisa kenal Tuhan hanya seberapa besar kita mau mengenal
Tuhan.
Kesimpulannya itu tergantung dari respon kita masing-masing.
Kalau
dari
yang pernah saya baca A.W Tozer memang mengalami kesepian karena
kebenaran
yang dia percaya ,dia memilih menderita daripada kompromi dengan
imannya.
Berdiri untuk kebenaran di tengah kekristenan yang sesat dan
menuju kebinasaan,
memilih untuk dirinya menjadi sepi daripada berkumpul di
tengah-tengah keramaian
dan hidup dalam ilusi palsu yang mematikan. Orang seperti A.W
Tozer inilah yang
di katakan Francis Chan di bukunya Crazy Love adalah orang orang
yang lebih
memilih mati daripada keyakinannya mati. Bagaimana mungkin
respon kita biasa-biasa
aja dan dingin terhadap seorang Pribadi yang telah mati bagi
kita ? harusnya
respon kita standarnya seperti A.W Tozer, Musa dll yang memilih
menderita
karena Kristus.
Sekali
lagi
bukan latar belakang gereja atau
apapun
yang bisa membuat orang lebih mengasihi Tuhan tapi itu semua
tergantung
dari pengenalan akan
Tuhan dari masing-masing
pribadi. Tuhan tidak diskriminatif itu semua tergantung respon
kita.
Sulit sekali menjelaskan hal
ini, apalagi ke
orang yang masih penuh dengan “aku” : Cita-citaku, ambisiku,
pekerjaanku, masa
depanku, kenyamananku..kiranya Tuhan menolong kita..
Comments