Minyak urapan - Art Katz

Musa mengambil minyak urapan, lalu diurapinyalah Kemah Suci serta segala yang ada di dalamnya dan dikuduskannya semuanya itu. (Imamat 8:10)

Jika Allah mengharuskan perabotan Kemah suci untuk diurapi, betapa lebih lagi Dia mengharuskan pengurapan itu bagi bejana yang terdiri dari darah daging, yang sesungguhnya adalah para pelayan-Nya? Sudahkah kita dengan benar menghargai pengurapan Allah? Jika ada sebuah subyek yang layak kita uji, itu adalah fenomena pengurapan, dan kita perlu mempunyai rasa hormat yang mendalam untuknya. Minyak urapan itu berasal dari bahan yang sangat mahal dan untuk membuatnya harus mencampur bahan-bahan itu dengan tepat. Allah memerintahkan agar minyak urapan itu tidak dicurahkan kepada  badan orang biasa (Keluaran 30:32). Ada juga sebuah penghukuman yang sangat berat bagi orang yang akan membuat minyak yang semacam itu (Keluaran 30:38). Anda tidak berani untuk menciptakan sesuatu yang menyamai atau setara dengan minyak urapan yang kudus itu. Bahan atau rempah-rempah yang digunakan untuk membuat minyak urapan itu biasanya berhubungan dengan pengurapan mayat sebelum dikuburkan. Mereka mempunyai aroma yang sangat khusus dan tidak dipergunakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan tujuan manusia, tapi hanya tujuan Allah.

Berapa seringnya kita bersalah dengan membuat minyak kita sendiri? kita dapat mengatakan banyak hal mengenai pengurapan yang palsu, pengurapan yang kelihatannya seperti asli padahal tidak, tapi lebih merupakan kilau kepribadian manusia. Berapa banyak dari kita yang dapat membedakan antara kilau kepribadian manusia dan pengurapan Allah yang kudus? Berapa banyak “jagoan” yang memiliki karunia banyak berbicara dan kemampuan untuk berbicara banyak dan tahu bagaimana untuk melakukan dan mempertontonkan, tapi itu bukanlah pekerjaan pengurapan sama sekali. Allah tidak akan mendesak kita untuk mengejar apa yang sempurna jika kita terpuaskan dengan penggantinya. Ketika kita menolak sesuatu buatan manusia dan kita hanya mengharapkan sepenuhnya atas apa yang Allah berikan, maka kita menjadi kandidat untuk menerima apa yang berasal dari Allah. Setiap kali kita menaikan volume amplifier atau mengubah suara kita supaya terlihat lebih rohani atau mengucapkan kata-kata yang berlebihan untuk mempengaruhi orang yang mendengarkan kita  atau memberikan undangan untuk maju kedepan dengan cara memainkan emosi yang mendengarkan kita, maka itu adalah urapan palsu. Itu adalah membuat “semacam itu” itu adalah bukan sebuah kepercayaan penuh kepada pengurapan itu sendiri untuk memperoleh konsekuensi atas apa yang Allah inginkan melalaui firman-Nya.

Watchman Nee memperingatkan kita pada tahun 1920-an bahwa penyesatan paling mematikan di hari-hari terakhir adalah pengganti jiwani bagi alam roh yang akan datang melalui teknologi. Kita perlu untuk menjadi waspada dan berjaga-jaga terhadap hal itu, kalau tidak kita akan mendapati diri kita lebih bergantung pada kekuatan jiwa daripada kekuatan roh. Kita telah melakukan semua yang dapat dipikirkan selama bertahun-tahun ini untuk meniru urapan Allah. Contohnya, dengan membuat suara kita kelihatan lebih beriman, mengeraskan sound sistem, tapi perbedaan antara yang asli dan palsu selalu terlihat. Kita tahu bagaimana untuk menghasilkan kebaktian yang baik, mengkotbahkan kotbah yang bagus, tapi kita tidak dapat pernah menghasilkan kemuliaan dari sorga. Kita perlu berhati-hati, bukan hanya mengenai teknologi, tapi juga dengan suara kita sebagai instrument teknologi yang dipergunakan dengan licik untuk mempengaruhi respon para pendengar kita.


Comments

Popular posts from this blog

Masih Adakah Pewahyuan Sekarang Ini?

Sebuah kajian kritis terhadap doktrin pre-tribulasi rapture

Sebuah Biografi Singkat Mengenai Kehidupan John Wesley