Apakah “satu hal lagi” itu? - K.P Yohannan
Ada
dua orang yang datang kepada Yesus, masing masing datang dengan sebuah masalah
rohani yang dalam. Satu di antara mereka mendapatkan hidup dan yang satu lagi
kehilangan hidup. Apa yang salah dengan sesi konseling ini?
Orang
yang pertama datang kepada Yesus adalah seorang pemimpin yang datang mendekati
Yesus dengan pertanyaan yang membara di hatinya : “…apa yang harus aku perbuat
untuk memperoleh hidup yang kekal?" (Lukas 18:18)
Dia tidak mencari sebuah perdebatan rohani, sebagaimana yang banyak
dilakukan banyak orang. Dia hanya benar benar ingin tahu. Saat Yesus menanyakan
kepada dia lima perintah hukum taurat, pempimpin muda ini menjawab kalau dia sudah
melakukannya dengan sempurna. Kristus tidak menghukum dia kalau dia berpikir
dia sudah sempurna di hadapan Allah, tapi Kristus hanya meresponinya dengan
berkata, “"Masih tinggal satu hal lagi yang harus kau lakukan: juallah
segala yang kaumiliki … kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku."
(Lukas 18:22)
Orang
kedua yang datang kepada Yesus juga seorang yang kaya, tapi dia mendapatkan
kekayaannya dengan tanpa malu malu menipu orang lain. Zakheus adalah seorang pendosa yang terkenal;
saat Yesus datang ke rumahnya, dia tidak berusaha meyakinkan Tuhan kalau dia
telah mematuhi satu perintah hukum taurat pun.
Yesus tidak mengatakan apapun kepada orang ini untuk
mengorbankan segalanya, menjual rumahnya atau membagi bagikan uangnya.
Ajaibnya, Zakheus membuat keputusan sendiri untuk memberikan setengah dari
miliknya kepada orang orang miskin dan mengembalikan empat kali lipat kepada
orang orang yang telah dia peras.
Apa yang mendorong Zakheus
membuat respon yang sangat berbeda dengan pemimpin yang kaya itu?
Saat
Zakheus melihat Kristus, dia menyadari
bahwa di dalam Kristus ada –kepastian dan kepenuhan- dari segala sesuatu yang
dia butuhkan dalam hidupnya baik kehidupan di bumi ini maupun kehidupan di
sepanjangan kekekalan. Itulah sebabnya dia berkata kepada dirinya sendiri,
“jika saya memiliki Dia, seluruh alam semesta ini adalah milik saya juga, dan
karena itu saya dapat dengan mudah memberikan segala milik saya.
Sementara
pemimpin muda yang kaya ini melihat Yesus hanya sebagai guru miskin yang suka
mengajar berkeliling. Adalah hal yang menakutkan baginya untuk meninggalkan
semua hartanya karena dia tidak dapat melihat kekayaan Kristus yang begitu
besar yang akan menjadi miliknya jika dia mengikuti Kristus.
Orang orang kristen sering membuat kesalahan yang sama dengan
pemimpin muda yang kaya ini. Mereka ingin mengikut Kristus dan mengalami hidup
berkelimpahan yang berasal dari Kristus, tapi mereka takut untuk melepaskan
sesuatu, sesuatu yang mereka andalkan untuk keamanan hidup mereka.
Saya percaya Tuhan selalu justru melihat satu hal yang kita
pegang dengan begitu erat, yang mana kita tidak bersedia melepaskannya. Hal itu
dapat berupa apa saja : kekuatan kita, talenta dan kemampuan kita, pendidikan
kita, skill kita, pengalaman kristen kita selama bertahun tahun, kesaksian yang
baik atau reputasi yang kita peroleh, kesuksesan pelayanan kita atau kemampuan
kita yang tajam dalam membedakan hal hal rohani atau karunia karunia roh yang
lain.
Di dalam perjanjian baru dalam kita Wahyu kita menjumpai
sebuah sekelompok orang di gereja Laodikia yang merasa yakin kalau diri mereka
kaya dan tidak kekurangan apa apa. Namun demikian Tuhan berkata kepada mereka
kalau mereka melarat, dan malang, miskin, buta dan telanjang. Kenapa Tuhan
berkata seperti itu? karena mereka mandiri dari Tuhan (mengandalkan diri mereka
sendiri) yang mana hal itu menghalangi mereka untuk mengalami kehidupan yang
sejati di dalam Kristus.
Selama kita menahan satu hal yang membuat kita bisa
bergantung atau mengandalkannya, kita tidak akan pernah bisa berserah penuh
kepada Kristus. Akibatnya, akan selalu ada sebuah jarak antara Tuhan dan kita.
Akibat dari itu akan membuat kita frustrasi dan putus asa. Selain itu, satu hal
lagi itu akan menjadi sebuah hal yang terus menghalangi aliran aliran air hidup
mengalir dengan leluasa dari hidup kita yang bisa memberikan kehidupan bagi
orang lain.
Bagaimana kita bisa mengetahui “satu hal lagi” yang masih menjadi
kekurangan kita? Kita akan mengetahuinya saat
putus asa, tekanan, kepahitan, frustrasi dan kejengkelan memenuhi hati
kita atau apa yang keluar dari mulut kita saat orang lain salah mengerti kita
dan tidak memperlakukan kita sebagaimana yang kita harapkan.
Anda perhatikan, saat kekayaan yang kita miliki di hati kita
benar benar berasal dari Tuhan, tidak ada amukan badai yang dapat menyebabkan
gangguan apapun bagi kita. Amy Carmichael pernah menulis “sebuah cawan yang
penuh dengan air yang manis tidak dapat menumpahkan satu tetes pun air yang
pahit walau cawan itu di guncangkan tiba
tiba” (di kutip dari buku Amy Carmichael “IF”)
Sebagaimana halnya dengan kasus pemimpin muda yang kaya itu,
Tuhan lewat anugerah-Nya harus membuat mata kita tercelik untuk melihat apa
sebenarnya satu hal lagi yang masih menjadi kekurangan kita. Kadang kotbah dan
nasihat yang begitu banyak tidak dapat membuat kita melihat “satu hal lagi” tersebut
Apakah
kita akan tidak mengandalkan diri kita lagi saat kita menyerahkan satu hal
tersebut kepada Tuhan? Ya-tapi hanya sepanjang kita tidak membuat sesuatu yang
lain sebagai gantinya untuk kita andalkan.
Bahaya yang kita hadapi saat kita semakin besar selagi kita
semakin kuat lewat pengalaman kita, apa yang kita capai dan pengetahuan
kita. Uzia menjadi raja saat dia berumur
16 tahun. Pada saat itu dia benar benar mengandalkan Tuhan. Tapi begitu dia tua
dan semakin kuat, dia mengandalkan dirinya sendiri dan “ia menjadi tinggi hati
sehingga ia melakukan hal yang merusak.” (2 Tawarikh 26:16)
Saya
percaya Tuhan ingin agar kita hidup dalam sebuah keadaan yang terus menerus
mengosongkan diri kita supaya kita tidak mengandalkan kepada apapun yang telah
Tuhan berikan kepada kita.
Comments