Malapetaka Yang Akan Menimpa - David Wilkerson
Sepanjang sejarah, manusia
percaya bahwa mereka memiliki kesanggupan untuk menanggulangi bencana apa saja
tanpa bersandarkan iman kepada Allah. Nabi Yesaya menulis bahwa pencemooh
semacam itu dengan sombongnya membual, “… biarpun cemeti berdesik-desik dengan
kerasnya, kami tidak akan kena…” (Yesaya 28:15).
Yesaya berkata bahwa
orang-orang tersebut buta mata rohaninya, “Ya Tuhan, tangan-Mu dinaikkan,
tetapi mereka tidak melihatnya…” (26:11). Dengan kata lain, mereka tidak
mengakui bahwa setiap bencana ada hubungannya dengan perbuatan Allah.
Sebaliknya, mereka berlagak seolah-olah sama sekali tidak ada Allah di surga yang
akan menuntut pertanggungjawaban mereka atas ketidakpercayaan mereka.
Banyak pencemooh di Amerika
dewasa ini yang mengira bahwa kekayaan akan menyelamatkan diri mereka dari
segala malapetaka. Tetapi Firman Allah dengan pasti mengatakan bahwa ketika
kegoncangan yang Dia tentukan mulai terjadi, orang kaya yang fasik tersebut
tiba-tiba akan menyadari bahwa harta mereka tidak ada nilainya:
“Pada hari itu
berhala-berhala perak dan berhala-berhala emas yang dibuat manusia untuk sujud
menyembah kepadanya akan dilemparkannya kepada tikus dan kelelawar, dan ia akan
masuk ke dalam lekuk-lekuk di gunung batu dan ke dalam celah-celah di bukit
batu terhadap kedahsyatan Tuhan dan terhadap semarak kemegahan-Nya, pada waktu
Ia bangkit menakut-nakuti bumi” (2:20-21).
Pencemooh yang lain mungkin
berkata, “Mengapa kuatir dan cemas? Semua ini akan pulih seperti sedia kala
seperti halnya sejak awal peradaban manusia. Bencana datang dan pergi, tetapi
kami selalu bertahan hidup. Perekonomian boleh jatuh, kerajaan bisa runtuh, tetapi
hidup manusia tetap berjalan seperti biasa.”
“Kita tidak bisa
mendengarkan nabi-nabi yang selalu berkhotbah tentang bencana. Mereka selalu
mengatakan hal yang sama sejak berabad-abad yang lalu. Dunia masih belum
kiamat, tidak seperti apa yang telah berkali-kali mereka katakan. Masa yang
penuh penderitaan selalu mengawali masa yang gemilang. Kita perlu menikmati
hidup selagi kita masih sempat.”
Memang benar bahwa nabi-nabi
Allah telah menyerukan peringatan-peringatan di setiap generasi. Tetapi sejarah
membuktikan bahwa Allah selalu menjatuhkan hukuman pada waktu yang telah Dia
tetapkan. John Owen, seorang pengkhotbah Puritan yang besar, menyampaikan
khotbah berikut ini kepada jemaatnya pada tanggal 9 April 1680:
“Kalian tahu bahwa selama
beberapa tahun dengan tidak putus-putusnya saya memperingatkan kalian tentang
masa kesukaran yang makin mendekat, dan saya juga merenungkan dosa-dosa yang
menjadi penyebabnya… Saya telah memberi tahu kalian bahwa hukuman akan dimulai
di rumah Allah; bahwa sepertinya Allah telah mengeraskan hati kita sehingga
kita tidak lagi takut kepadaNya … dan tidak seorangpun tahu bagaimana besarnya
luapan amarah-Nya. Saya telah berbicara tentang masa yang berbahaya, yang
menyesakkan, dan yang penuh dengan malapetaka… semuanya ini sekarang ada di
ambang pintu dan semakin mendekati kita."
Para pencemooh dewasa ini
akan membaca ucapan Pengkhotbah Owen ini dan berkata, “Ini bukti dari apa yang
saya katakan! Seorang pengkhotbah bencana yang hidup 300 tahun yang lalu
mencoba menakut-nakuti masyarakat di sekelilingnya. Tetapi dunia tetap berputar
di samping apa saja yang dia katakan. Segala sesuatunya tetap berjalan dengan
normal!”
Para pencemooh tersebut
tidak mengakui bahwa Allah memang mengirimkan hukuman-Nya yang mengerikan
kepada masyarakat kota London tersebut. John Owen hidup cukup lama untuk sempat
menyaksikan dengan sedih dahsyatnya nyala api yang menelan kota London dan
menghanguskan kota yang megah itu. Sesungguhnya, dia melihat pemenuhan dari
setiap nubuatannya yang luar biasa tentang peperangan, kehancuran, ekonomi yang
porak poranda, masa depresi, dan penyakit yang menghapuskan sejumlah besar
manusia yang ceroboh dan bersikap masa bodoh.
Dan sebelum dia menyaksikan
satupun dari bencana ini terjadi, Pengkhotbah Owen dengan penuh iman berseru
dari mimbarnya, “Saya akan menunjukkan bagaimana kita dapat keluar dari dalam
bencana menyesakkan yang sedang menghampiri kita dan mungkin sekali akan
menenggelamkan kita.”
Saudara yang terkasih, kita
hidup seperti di zaman di mana Pengkhotbah Owen hidup. Dan di dalam waktu
seperti itu, hanya ada satu pegangan dalam menghadapi musibah ekonomi yang
mendekat: “Orang benar akan hidup oleh iman!” Pengkhotbah Owen dengan
bercucuran air mata memperingatkan jemaatnya, “Carilah bahtera, siapkanlah
bahtera untuk keselamatan kalian dan keluarga.” Kemudian dia menambahkan,
“Bahtera itu adalah Yesus
Kristus. Tidak ada jalan lain, tidak ada bahtera lain seperti apa yang
dikatakan Yesaya tentang Tuhan kita, ‘dan seorang laki-laki [Kristus] akan
seperti tempat perteduhan terhadap angin dan tempat perlindungan terhadap angin
ribut, seperti aliran-aliran air di tempat kering, seperti naungan batu yang
besar, di tanah yang tandus’” (Yesaya 32:2). {Ayat ini di dalam Alkitab
bahasa Inggris versi King James dimulai dengan: “Dan seorang laki-laki”,
penerjemah}.
“Dialah bahtera kita.
Diberkatilah orang yang percaya hanya kepadaNya… Saya tahu bahwa tidak ada
keselamatan dan kelepasan dari percobaan dan penderitaan di atas bumi ini,
tetapi percaya kepada Kristus adalah satu-satunya perlindungan kita.”
Comments