Penganiayaan Dan Pengangkatan – Zac Poonen
“Aku, Yohanes,
saudara dan sekutumu dalam kesusahan, dalam Kerajaan dan dalam ketekunan
menantikan Yesus, berada di pulau yang bernama Patmos oleh karena firman Allah
dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus” – Wahyu 1:9
Yohanes
menyebut dirinya sebagai “sekutu dalam kesusahan”. Setiap murid sejati
Yesus harus bersiap-siap menjadi sekutu dalam kesusahan, selama masih hidup di
dunia ini. Yohanes tidak mendapatkan wahyu ini saat ia hidup dalam kenyamanan.
Ia menerimanya saat mengalami kesusahan di Patmos, karena ia telah bertekun
dalam “firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus”. Ia harus
mengalami sendiri kesusahan itu untuk mampu menulis tentang masa kesusahan
besar yang akan dialami orang-orang kudus akhir zaman, pada masa Antikris.
Allah akan membawa kita melalui ujian dan kesusahan lebih dulu sebelum mengutus
kita untuk melayani mereka yang mengalami kesusahan. Paulus berkata, “(Allah)
menghibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur
mereka, yang berada dalam bermacam-macam penderitaan dengan penghiburan yang
kami terima sendiri dari Allah” (2 Korintus 1:4).
Tidaklah
mengherankan adanya pengajaran tentang kedatangan Yesus secara rahasia dan
mengangkat gereja-Nya dari dunia, sebelum masa kesusahan besar. Pengajaran ini
muncul pertama kali di Inggris, suatu negara dimana orang Kristen hidup dalam
kenyamanan, dan pada saat itu (pertengahan abad 19) mereka sama sekali tidak
sedang menghadapi penganiayaan apapun. Di masa sekarang pengajaran ini
berlanjut dan dipercaya oleh orang Kristen yang hidup dalam kemudahan dan
kenyamanan, di negara-negara dimana mereka tidak pernah mengalami penganiayaan.
Karena kebanyakan doa orang Kristen adalah seperti ini: “Tuhan, mudahkanlah dan
nyamankanlah hidupku di dunia ini”, maka tidak heran bahwa pengajaran yang
disebut “pre-tribulation rapture” (pengangkatan sebelum masa kesusahan
besar) ini menjadi populer. Iblis sudah berhasil mengelabui begitu banyak orang
Kristen dengan kenyamanan dan pengharapan semu, sehingga mereka tidak memiliki
kesiapan untuk menghadapi masa kesusahan besar yang akan mendatangi mereka.
Perkataan Yesus
begitu jelas: “Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah
hatimu, Aku telah mengalahkan dunia” (Yohanes 16:33). Ia tidak pernah
menjanjikan kita lepas dari penganiayaan – baik yang kecil maupun besar. Tapi
Ia berkata bahwa kita akan mampu mengatasinya seperti yang Ia telah lakukan. Ia
jauh lebih tertarik untuk menjadikan kita pemenang daripada membawa kita keluar
dari penganiayaan, karena Ia juga lebih tertarik untuk membentuk karakter kita
daripada memberi kenyamanan pada kita. Yesus juga tidak pernah berkata bahwa
bebas dari penganiayaan adalah upah bagi mereka yang setia, seperti yang banyak
diajarkan. Bahkan sebaliknya Ia berkata bahwa mereka yang meninggalkan
segalanya untuk mengikut Dia akan mengalami penganiayaan (Markus 10:30).
Ia juga mendoakan para murid-Nya, “Aku tidak meminta, supaya Engkau
mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada
yang jahat” (Yohanes 17:15). Ia tidak mau para murid-Nya diangkat dari
dunia pada waktu itu hanya karena mereka akan menghadapi masa kesusahan.
Pada masa awal
kekristenan, ketika orang-orang Kristen mula-mula dijadikan santapan singa atau
dibakar hidup-hidup, Tuhan tidak pernah menyelamatkan mereka dari penganiayaan
itu. Ia mengatupkan mulut singa di hadapan Daniel, Ia juga membawa Sadrakh,
Mesakh dan Abednego keluar hidup-hidup dari tungku api, tetapi Ia tidak
melakukan mujizat yang sama bagi para murid Yesus – karena merekalah
orang-orang Kristen perjanjian baru yang harus memuliakan Allah melalui
penderitaan dan kematian. Seperti juga sang Majikan, mereka tidak pernah
memohon untuk dikirimkan dua belas pasukan malaikat untuk datang menolong dan
melindungi dari musuh mereka.
Dari surga,
Allah memandang Mempelai Anak-Nya disobek-sobek oleh kebuasan singa dan dibakar
menjadi abu; dan Ia dimuliakan karena kesaksian mereka – karena “mereka
adalah orang-orang yang mengikuti Anak Domba itu ke mana saja Ia pergi”,
bahkan melalui penderitaan tubuh dan kematian (Wahyu 14:4). Satu-satunya
perkataan Tuhan kepada mereka adalah, “Hendaklah engkau setia sampai mati,
dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan” (Wahyu 2:10). Bahkan
hari ini, ketika murid-murid Yesus disiksa dan teraniaya karena nama-Nya di
berbagai belahan dunia, Tuhan tidak mengangkat mereka dari dunia ini. Dan Ia
pun tidak akan mengangkat kita ke surga sebelum masa kesusahan besar. Ia akan
memberikan hal yang jauh lebih baik daripada itu, yaitu menjadikan kita
pemenang di tengah masa kesusahan besar itu.
Yesus jauh
lebih tertarik menyelamatkan kita dari siksa neraka daripada menyelamatkan kita
dari penganiayaan dunia. Ia mengijinkan kita melalui kesusahan karena Ia tahu
bahwa itulah satu-satunya jalan untuk menguatkan kita secara rohani. Pengajaran
ini dianggap aneh oleh mereka yang mencintai kenyamanan dalam Kekristenan,
yaitu orang-orang Kristen yang setiap minggu memenuhi bangku-bangku gereja
selama bertahun-tahun hanya untuk mendengar kotbah yang menggelitik telinga.
Tapi inilah pengajaran yang dikotbahkan oleh para rasul kepada gereja
mula-mula. “(Paulus dan Barnabas) menguatkan hati murid-murid itu dan
menasihati mereka supaya mereka bertekun di dalam iman, dan mengatakan, bahwa
untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara”
(Kisah Para Rasul 14:22).
Berbagai ujian
kecil yang kita alami di rumah dan di tempat kerja kita hari-hari ini, hanyalah
persiapan untuk kesusahan yang lebih besar yang akan kita hadapi di hari-hari
mendatang. Itulah sebabnya kesetiaan dan ketekunan kita menjadi hal yang sangat
penting. Karena Allah berfirman, “Jika engkau telah berlari dengan orang
berjalan kaki, dan engkau telah dilelahkan, bagaimanakah engkau hendak berpacu
melawan kuda?” (Yeremia 12:5).
Yohanes
berbicara tentang menjadi “sekutu dalam kesusahan, dalam Kerajaan dan dalam
ketekunan menantikan Yesus”. Kita harus lebih dulu menjalani persekutuan
dengan Yesus dalam masa kesusahan, sebelum kita mendapatkan bagian di dalam
kerajaan-Nya. Ketekunan adalah karakter penting yang sangat ditekankan dalam
kitab Perjanjian Baru. Yesus sendiri berkata, “Pada waktu itu kamu akan
diserahkan supaya disiksa, dan kamu akan dibunuh dan akan dibenci semua bangsa
oleh karena nama-Ku… Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan
selamat” (Matius 24:9, 13).
(terjemahan
bebas dari tulisan Zac Poonen)
Comments