Kekekalan – Art Katz


Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari.  Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami. Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal. (2 korintus 4 : 16-18)

Adalah sesuatu yang berbahaya jika kita menganggap ini hanya semacam retorika alkitabiah, semacam gaya bahasa Paulus yang fantastis, dan mengangguk tanda setuju bahwa itu memang kedengaran sangat baik namun kita sama sekali kehilangan arti apa yang dikatakannya.

Mindset fondasi apostolik bagaimanapun adalah sebuah pemahaman yang benar akan hal hal yang kekal di waktu sekarang ini bukan di masa yang akan datang, itulah apa yang membuat gereja jadi istimewa. Kita tidak tahu betapa pentingnya persoalan kekekalan. Kehilangan arti kata ini kita akan kehilangan segalanya, dan akan membuat gereja menderita karena akan jadi menjemukan, sesuatu yang biasa, institusi dan mekanikal, sebuah kegiatan daging yang melelahkan daripada sebuah sukacita dan kuasa. Dengan kata lain, saat gereja tidak mengalami kesadaran akan kekekalan, hal itu akan membuat gereja jadi cacat dan membatalkan gereja menjadi gereja. Kita harus berjuang untuk mendapatkan realitas ini, karena dunia tidak menyukai hal ini. Paulus tidak hanya menemukan dimensi kekekalan ini, dia berdiam di dalamnya, dan itu tidak membuat dia jadi tidak relevan sebaliknya itu membuat dia semakin relevan, jadi itu juga akan membuat kita juga semakin relevan.

Di dalam bagian ayat alkitab tersebut kita menemukan dua kata yang menunjuk ke kekekalan. Kekekalan menjadi sesuatu sangat nyata bagi Paulus sehingga mempengaruhi pertimbangannya sekarang dan memiliki konsekuensi praktis untuk hidupnya. “penderitaan yang ringan sekarang ini” adalah sebuah statement dari seseorang yang telah mencampakan segala macam rasionalitas dan “ukuran” yang masih masuk akal (Paulus adalah seseorang yang telah mengalami karam kapal, di tinggalkan sendirian  karena di pikir telah mati setelah di seret dan di lempari batu, di aniaya, di fitnah dll)  atau dia memiliki sebuah standar dan ukuran lain yang kita tidak mengetahuinya. Penglihatan apostolik melihat hal hal yang tidak di lihat oleh orang lain, menilai dengan sebuah penilaian yang orang lain tidak mengerti. melihat kompensasi penderitaan di kehidupan sekarang ini cuma sementara dan ringan. Gereja harus sampai dalam penglihatan ini, karena cara melihat seperti ini adalah realitas apostolik dan sebuah kebenaran. Bagi Paulus ini adalah bagaimana gereja seharusnya.

Paulus tidak pernah menganggap bahwa penderitaan yang dialaminya bukanlah sesuatu yang tidak wajar, dia menganggap penderitaannya hanya sementara dan ringan, dan dia hanya dapat melakukan itu atas dasar satu hal, yaitu kemampuan untuk melihat sekilas kemuliaan kekal. Ini bukanlah suatu hal yang berlebih lebihan sehingga kita bisa mempertimbangkan untuk memilikinya atau tidak. Ini adalah sebuah hal yang utama, persyaratan apostolik bagi seseorang yang mempunyai keseriusan untuk berhubungan dengan Tuhan. Fakta, bahwa kita belum pernah mengalami penderitaan mengindikasikan berada dimana kehidupan rohani kita sekarang, kita belum sampai dalam tahap iman tersebut, iman kita sama sekali tidak membuat dunia tertarik untuk membenci kita.

Saya sedang berbicara tentang realitas fundamental paling praktis yang membuat kita tetap menjadi orang orang yang apostolik yang tentunya akan membuat kita berbenturan dengan penderitaan. Jika kita tidak melihat kekekalan dan kemuliaan kekal, maka penderitaan “ringan” ini akan menjadi “berat” bagi kita. Apa yang sementara akan menjadi lama dan terus menerus. Semuanya tergantung dari bagaimana pemahaman kita akan kekekalan. Kita mungkin tahu bahwa kekekalan memang ada, masih lama dan akan kita jumpai setelah kita meninggal, tapi kita tidak membawa dimensi kekekalan kepada saat sekarang ini dan karena alasan itu kita telah membuat kekeliruan yang menyedihkan sampai pada suatu tahap kita bukan apostolik.

Provisi Allah untuk menanggung hal hal yang harus di derita dalam hidup ini adalah melihat hal hal yang kekal, tidak kelihatan dan tak tampak. Persoalan melihat adalah sangat penting dan saya tahu ini akan memerlukan sebuah kesadaran yang tinggi dan usaha yang gigih untuk membawa kita tiba pada penglihatan semacam itu. Semuanya sekarang berkonspirasi untuk melawan penglihatan tersebut. Dunia ingin menjejali mata kita dengan gambar gambar yang menggairahkan dan menggiurkan. Semuanya berteriak untuk memanggil perhatian mata kita. Kita terus menerus di suruh melihat hal hal tersebut. Memerlukan sebuah tekad apostolik untuk menghentikan itu, untuk mengalihkan mata kita dari hal hal yang kelihatan untuk fokus dan berkutat pada hal hal yang tidak kelihatan dan kekal. Ini akan menghasilkan sebuah hal yang luar biasa dalam hidup kita yaitu kita akan semakin tidak peduli terhadap hal hal dunia ini. Paulus tidak melihat hal hal yang kelihatan, dia bergulat dengan matanya untuk mengalihkan matanya dari hal hal yang kelihatan, hal hal sensual yang akan memuaskan jiwa dan kehidupan lahiriahnya. Dengan Paulus bersikeras untuk tidak melihat hal hal yang kelihatan, Tuhan membuat dia melihat hal hal yang tidak kelihatan dan kekal.

Dipanggil untuk mempunyai penglihatan seperti ini akan membuat kita menderita. Hal hal yang kelihatan memberikan kepada kita jaminan dan keyakinan, tapi alihkan mata kita kepada hal hal yang tidak kelihatan dan kekal, akan membuat hidup kita “terkilir”. Ini akan memeras tenaga dan kekuatan batiniah untuk mengalihkan mata kita dari hal hal sensual yang selalu ada di hadapan kita dan belajar untuk mengalihkan dan fokus pada hal hal yang tidak kelihatan dan kekal. Untuk membuat itu jadi landasan semua penglihatan kita adalah jantung dari apostolik. Apakah kita melihat dunia ini di bawah penghakiman ? apakah kita melihat dunia ini akan segera berlalu ? ataukah kita terkesima dan terintimidasi oleh hal hal yang kelihatan ?

Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi. Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah. Apabila Kristus, yang adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, kamupun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan. (Kolose 3 : 1-4)

Kita perlu menyelaraskan mindset dan sikap kita. Kita mungkin “percaya” akan kekekalan, tapi kita setuju dengan dunia ini bahwa hal itu tidak relevan sampai setelah kehidupan kita berakhir. Dengan kata lain, itu hanya berlaku setelah kehidupan ini berakhir. Untuk mempunyai sikap seperti ini akan menjamin bahwa kita tidak akan di anggap tidak menyenangkan atau kontroversial oleh dunia ini. Dunia ingin mencampakan kekekalan ke sebuah pertimbangan masa yang akan datang dan tidak mempunyai aplikasinya saat ini. Kekekalan adalah bagaimanapun bukan hanya semacam kerangka waktu; bukan hanya waktu yang tidak ada ujungnya atau hal hal yang kuantitatif, tapi teramat sangat dan terutama sebuah hal yang kualitatif. Hal yang kualitatif tersedia sekarang – kekekalan sekarang. Saat kita mulai melihat semua peristiwa dalam hidup kita di setting dalam konteks kekekalan, kita akan mempunyai sebuah intensitas, sebuah kepedulian dan sebuah kesungguhan dan  sebuah keseriusan di dalam setiap peristiwa yang kita alami, dan kita tidak akan bisa seperti itu kalau kita tidak melihat peristiwa yang kita alami dalam konteks kekekalan. Surga adalah realitas, dan akan turun ke bumi. Ini adalah kota baru yang Pendiri dan yang Pembangunnya adalah Allah, dan Allah memanggil kita kepada sebuah tugas apostolik untuk membawa kekekalan kepada waktu sekarang ini.

Kitab Wahyu di mulai saat Yohanes berbicara tentang hal hal yang sebentar lagi akan terjadi. Ada sebuah kesegeraan dan urgensi di dalam tulisan apostoliknya, padahal dua ribu tahun kemudian dan itu belum terjadi. Dia tidak tertipu karena dia menulis dan berbicara dari mindset yang Allah maksudkan yang  merupakan karakteristik orang orang kudus sejati di setiap generasi. Kita perlu mengembangkan sebuah rasa hal hal yang  sudah “dekat” dan sebentar lagi akan datang, contohnya seperti kedatangan Tuhan, kerajaan seribu tahun dan konklusi zaman yang apokaliptik .

Kita tidak membuat dunia terpengaruh saat kita berkotbah tentang apa yang ada di balik kematian tanpa sebuah rasa urgensi. Faktanya, kita tidak mempunyai kemampuan untuk berkotbah untuk hal itu jika diri kita sendiri tidak mengalami realitas dari apa yang kita sampaikan. Dan karenanya kita hanya dapat berkotbah tentang kekekalan sebatas sebuah teknik dan kebenaran teologia. Kita tahu bahwa seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat dan bapa segala dusta. Dusta ada di mana mana di sekitar kita dan di udara yang kita hirup, dan dusta terbesar adalah penolakan dan penyingkiran akan kekekalan. Bahkan pemikiran pemikiran tersebut tidak sampai ke kesadaran manusia. Manusia menjalani hidup mereka di dunia seakan akan kehidupan sekarang ini adalah tujuan utamanya dan kita telah membiarkan mereka untuk hidup seperti itu. Jika kita sebagai orang kristen percaya adanya kekekalan, yang realitas kekekalan tersebut akan datang setelah kita mati, maka kita telah menyerahkan diri kita pada dusta. Gereja adalah gereja saat eksistensi utamanya, kehadirannya dan karakternya adalah penolakan terhadap dusta karena menunjukkan persoalan kekekalan adalah hal yang paling utama  dan berhubungan dengan Tuhan. Faktanya persoalan kekekalan adalah pertanyaan paling penting dalam kehidupan ini. gereja adalah gereja saat gereja menghidupi apa yang gereja percaya.



Comments

Popular posts from this blog

Masih Adakah Pewahyuan Sekarang Ini?

Sebuah kajian kritis terhadap doktrin pre-tribulasi rapture

Sebuah Biografi Singkat Mengenai Kehidupan John Wesley