Di utus oleh Allah – Panggilan Yesaya : Art Katz
Dalam
tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan
menjulang, dan ujung jubah-Nya memenuhi Bait Suci. Para Serafim berdiri di
sebelah atas-Nya, masing-masing mempunyai enam sayap; dua sayap dipakai untuk
menutupi muka mereka, dua sayap dipakai untuk menutupi kaki mereka dan dua
sayap dipakai untuk melayang-layang. Dan
mereka berseru seorang kepada seorang, katanya: "Kudus, kudus, kuduslah
TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!" Maka bergoyanglah
alas ambang pintu disebabkan suara orang yang berseru itu dan rumah itupun
penuhlah dengan asap. Lalu kataku:
"Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan
aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah
melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam." Tetapi seorang dari pada
Serafim itu terbang mendapatkan aku; di tangannya ada bara, yang diambilnya
dengan sepit dari atas mezbah. Ia menyentuhkannya kepada mulutku serta berkata:
"Lihat, ini telah menyentuh bibirmu, maka kesalahanmu telah dihapus dan
dosamu telah diampuni." Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata:
"Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?"
Maka sahutku: "Ini aku, utuslah aku!"Kemudian firman-Nya:
"Pergilah, dan katakanlah kepada bangsa ini: Dengarlah sungguh-sungguh,
tetapi mengerti: jangan! Lihatlah sungguh-sungguh, tetapi menanggap: jangan!
Buatlah hati bangsa ini keras dan buatlah telinganya berat mendengar dan
buatlah matanya melekat tertutup, supaya jangan mereka melihat dengan matanya
dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik dan
menjadi sembuh." Kemudian aku bertanya: "Sampai berapa lama, ya
Tuhan?" Lalu jawab-Nya: "Sampai kota-kota telah lengang sunyi sepi,
tidak ada lagi yang mendiami, dan di rumah-rumah tidak ada lagi manusia dan
tanah menjadi sunyi dan sepi. (Yesaya 6
: 1 – 11)
Banyak
kita telah menyalahartikan dengan mengabaikan peristiwa ini sebagai penglihatan
mistik tentang Tuhan dalam keadaan kemuliaan-Nya bukan seperti yang dimaksud
ayat tersebut. Kenapa penglihatan tersebut sangat mempengaruhi sang nabi secara
radikal? menurut pendapat saya sang nabi pada saat itu melihat Raja dalam
keagungan-Nya yang paling besar. Dengan kata lain, Tuhan pada saat itu
mengekspresikan esensi dan keberadaan-Nya yang paling terdalam kepada Yesaya,
dan siapapun yang melihat penglihatan tersebut akan sama sekali merasa hancur
dan binasa. Dengan pikiran itu yang ada di pikiran saya, saya terdorong untuk
percaya bahwa pada saat itu Yesaya melihat Penyaliban Sang Raja, karena tidak
ada yang mengungkapkan keagungan Sang Raja lebih jelas dan dalam daripada
penderitaan yang dialami-Nya untuk menebus dosa kita! anda mungkin bertanya
bagaimana mungkin Yesaya melihat penyaliban Yesus enam ratus tahun atau tujuh
ratus tahun sebelum kejadian itu berlangsung. Tapi biarlah kita tidak melupakan
bahwa Tuhan telah di sembelih sebelum dasar dunia ini dijadikan.
Ini
adalah bukan hanya sebuah episode kebetulan dalam kehidupan sang nabi ; tapi
ini adalah terungkapnya sebuah pola luar biasa ; sebuah urutan kejadian di mana
sang nabi yang sudah memiliki pelayanan dan sudah memperingatkan bangsanya dan
supaya mereka hati-hati atas dosa mereka di pasal pertama di kitab yang dia
tulis, sekarang pelayanannya memasuki sebuah dimensi baru. Pelayanan berikut
sebagai seseorang yang di utus bukan lagi untuk memperingatkan tapi untuk
menghakimi. Kata katanya sekarang merupakan penghakiman. Israel tidak akan
mendengar, tidak akan melihat dan hati mereka akan menjadi tumpul karena sang
nabi telah berbicara kepada mereka dengan tingkat urgensi dan otoritas yang
baru sebagai seseorang yang telah di utus. Berapa banyak kita merasa sudah cukup mengerti dengan kata “di utus”
sebagaimana yang kita pikirkan ? apakah kita memahami pentingnya perbedaan
antara seseorang yang ingin diutus dan seseorang yang di utus ? betapapun
baiknya niat kita, bukankah segala aktivitas kristen kita karena dorongan diri
kita sendiri atau dari organisasi gereja? apakah kita tahu, maksud saya
sungguh-sungguh tahu apa artinya di utus dari Dia yang duduk diatas Tahkta ?
Berapa
banyak kita yang termotivasi untuk pergi dan melakukan ini dan itu hanya karena
rasa “gatal” yang sebenarnya hanya buat diri kita sendiri dan pelayanan kita ?
apakah hal itu terjadi di gereja mula-mula ? mereka yang di utus
menjungkirbalikan dunia. Apakah kita cukup menghormati dan menghargai dari kata
pengutusan ? apakah kita bisa memahami perbedaan dan hasil yang di peroleh
antara mereka yang di utus dan mereka yang ingin di utus karena keinginan diri
sendiri? bahkan mungkin apakah kita yakin dunia ini perlu di jungkirbalikan?
ataukah kita hanya perlu melihat dunia hanya butuh di modifikasi supaya lebih
baik menurut pemikiran kita yang dangkal? apakah kita melihat dunia ini jahat?
apakah kita terluka dengan imoralitasnya?
Semuanya
tergantung atas bagaimana kita melihat Tuhan sebagai Tuhan. Kesedihan terbesar
saya atas gereja adalah bahwa pemimpin-pemimpin gereja dan para pelayan-pelayan
Tuhan di gereja tidak mengenal Tuhan secara signifikan ; mereka tidak mengenal
Dia secara utuh dan sebagaimana Dia harus di kenal. Tanpa pengenalan dan
pengetahuan yang benar tentang Tuhan, kita akan terjebak dalam segala sesuatu
yang palsu karena pelayanan kita akan di warnai oleh ambisi dan kepentingan
kita sendiri. Akibatnya tidak ada rasa takut akan Tuhan dan kita akan menemukan
diri kita akan mengambil kebebasan dan melakukan sesuatu yang berdasarkan
inisiatif sendiri yang tidak berasal dari surga. Semuanya tergantung atas
melihat Tuhan duduk diatas tahkta yang tinggi dan menjulang dalam keagungan-Nya,
penglihatan itu sempurna pada saat kita melihat penderitaan-Nya yang paling
menyiksa di kalvari. Dan itulah yang di lihat nabi ini dan dia berteriak “aku
binasa ! aku seorang manusia yang najis bibir !”
Masalahnya
tidak terlalu dengan “najis bibir” tapi dengan “aku seorang manusia” kita tidak
mengerti secara dalam seorang manusia humanistik sebagai manusia. kita tidak
melihat bagaimana sifat natur intrinsik manusia adalah berlawanan dengan Allah.
Kita tidak melihat bagaimana ambisi kita dan aktivitas kita yang didorong oleh
diri sendiri dapat jadi mengarahkan kita untuk bertindak memberontak terhadap
Allah. Kita tidak melihat keengganan kita menunggu untuk di utus sebagai
sesuatu kejahatan di mata Allah. Yesaya melihat dirinya sendiri “celakalah aku, aku binasa, aku seorang
manusia” dan jika saya seorang manusia seperti itu bibirku akan najis, walaupun
seorang nabi.
Sampai
kita setuju dan datang pada tingkat pengertian betapa rendahnya diri kita, kita
akan selalu menderita kehilangan akan peninggian Allah. Dua hal itu sangat
berkaitan. Siapa dari kita yang berpikir dapat melihat kebenaran yang
sebenarnya atas diri mereka sebagai manusia? bukankah estimasi kita terhadap
diri kita sekarang ini sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan bagaimana
seharusnya kita melihat diri kita dengan cara yang sebenarnya ? bagaimana pun,
saat kita melihat diri kita dibandingkan dengan Allah seperti yang Yesaya
lihat, kita akan menjadi seorang yang binasa.
Cara
melihat seperti ini adalah jalan yang paling sehat; ini adalah kebenaran; ini
adalah realitas; ini adalah dasar dari semua pengutusan yang benar. Mengapa
Allah harus mengutus mereka yang “setengah matang” ke seluruh dunia? apa yang
akan mereka komunikasikan ? mereka tidak dapat mengkomunikasikan apapun
melebihi estimasi mereka terhadap diri mereka sendiri. Ya, mungkin saja mereka
membawa sesuatu yang baik dan bermanfaat, tapi mereka tidak akan menjungkirbalikan
dunia siapapun. Hanya dia yang di utus dari takhta yang membawa otoritas dan
urapan dari Dia yang mengutus.
“Siapakah
yang mau pergi untuk Aku ?” kata “siapa” menghantui saya ; karena mengesankan
kandidatnya sangat sedikit. Seberapa sering anda menemukan seorang kristen yang
bertumbuh dalam budaya saat ini, yang doktrinnya benar, yang mengenal Tuhan
sebagai Tuhan, yang melihat Tuhan itu menakutkan, membuat shock dan luas? kapan
terakhir kali anda bertemu dengan seseorang yang telah melihat Allah dalam
tindakan-Nya yang terbesar dan luar biasa yang namanya pewahyuan dari natur
Allah dalam penderitaan dan kematian-Nya, yang mana hal itu selalu menjadi
natur-Nya? hanya satu hal yang diungkapkan salib siapa Allah itu selalu dan
apa; Dia adalah seorang pelayan, Seseorang yang di utus juga.
Apa
artinya bagi Putra yang di utus ini, yang hidup secara abadi di hadirat Bapa
untuk meninggalkan semua itu dan keadaan hubungan yang tidak terbayangkan
dengan Bapa, dan datang ke dalam dunia dan mengambil rupa seorang manusia? Dia
memulai hidup-Nya sebagai bayi yang tidak berdaya di palungan, dan menderita
semua yang harus Dia derita sebagai Anak manusia, sebagai Anak Daud, sebagai
Anak Abraham. Kita tidak tahu kerendahan hati Tuhan sampai kita telah
merenungkan dengan benar apa artinya bagi Anak untuk turun ke bumi ini. itu
adalah penyaliban sebelum penyaliban. Setiap kejadian dan tindakan dari itu
adalah berkenaan dengan penyangkalan diri; berkenaan dengan belas kasihan dan
kepedulian terhadap orang lain dengan mengorbankan diri-Nya sendiri. Kita perlu
menyelidiki dan merenungkan hal ini lebih daripada yang lainnya, lebih dari
keinginan kita untuk mengerti lebih dalam lagi tentang gerakan akhir zaman
orang-orang Yahudi dan mandat yang diberikan bagi gereja pada waktu itu.
Siapakah
yang mau pergi untuk Aku? kita kembali kepada pertanyaan yang menusuk tersebut.
Satu-satunya yang bisa adalah dia yang telah melihat dan mempunyai penglihatan
tersebut, dan dia telah merasa jijik akan dirinya sendiri dan bahwa dia binasa.
Dan Yesaya telah melihat ini, pangerannya para nabi yang mengatakan bahwa dia
binasa. Jika dia dapat mengatakan “aku binasa” pada saat dia melihat Tuhan
sebagaimana Dia adanya dalam kemuliaanNya, apa yang akan kita katakan? dan
sampai kita mengatakan hal yang sama seperti yang Yesaya katakan, kita tidak
akan pernah menjadi kandidat untuk di utus. Tapi, menunggu apa sebenarnya
seluruh drama kosmik ini? teks mengatakan kepada kita : “Dalam tahun matinya
raja Uzia.” apa yang sebenarnya ingin Tuhan sampaikan disini? apakah kematian
seorang raja ada hubungannya dengan pewahyuan yang diberikan kepada sang nabi?
Analisa
saya adalah bahwa kematian raja Uzia adalah faktor penentu yang menggerakan
seluruh episode tersebut. Tapi, mengapa itu begitu sangat penting? mengapa
sebuah kematian harus mendahului sebuah pewahyuan yang besar? ini adalah sebuah
pewahyuan yang berkenaan dengan isu panggilan, dan isu panggilan tersebut
adalah sebuah penghakiman atas Israel yang dinyatakan oleh seorang nabi sebagai
seorang yang di utus Allah. dan bahkan penghakiman terhadap Israel tersebut
masih berlaku sampai hari ini. sebagai sebuah bangsa, Israel masih terikat;
matanya tertutup, hatinya tumpul; Israel tidak dapat melihat, tidak dapat
mendengar dan tidak dapat mengerti. Orang-orang Yahudi sangat pintar dan mudah
mengerti untuk berbagai macam hal-hal lain, tapi untuk hal ini mereka tidak
dapat di tembus karena penghakiman telah ditetapkan atas mereka
Terlepas
dari beberapa “sisa-sisa” orang Yahudi seperti diri saya sendiri (orang yang
percaya kepada Kristus), bangsa tersebut sedang berada di bawah penghakiman.
Anda kadang terheran heran kenapa begitu banyak orang kristen percaya bahwa
Tuhan memanggil mereka untuk menjadi nabi-nabi. Yang sebenarnya keinginan
mereka menghancurkan over estimasi mereka atas diri mereka sendiri. Bagaimana
jika perkataan anda adalah sebuah penghakiman bagi mereka yang mendengarnya?
penghakiman tersebut dalam bentuk proklamasi profetik yang di design untuk
membawa kematian daging yang kurang ajar, tidak terlatih dan tidak disiplin dan
yang memang memerlukan penghakiman. Ini adalah bukan sebuah tugas yang
menyenangkan. Hanya mereka yang mati, dan melihat diri mereka sendiri binasa,
yang satu-satunya mempunyai kapabilitas untuk pergi dan mengucapkan kata-kata
penghakiman tersebut. Tidaklah ada artinya apakah pendengarnya diberkati atau
dihakimi. Isunya adalah “pergi dan katakanlah kepada mereka…”
Kita
sedang bergerak menuju episode penutup dalam sejarah keselamatan seluruh umat
manusia berkaitan dengan orang-orang Israel. Israel berada di bawah penghakiman
yang disampaikan lewat sebuah kata-kata profetik, dan penghakiman tersebut akan
dihentikan dan orang-orang Israel akan dibebaskan melalaui “pengutusan yang
lain.” Jika memerlukan pengutusan untuk membawa penghakiman, dalam opini saya,
itu juga akan memerlukan pengutusan untuk mengakhiri penghakiman tersebut oleh
seseorang yang telah diutus yang telah melihat Tuhan, dan mengenal Dia dalam
segala keagungan-Nya, yang tinggi dan menjulang dan mereka yang “terserang dan
mati” oleh asumsi mereka yang sia-sia atas diri mereka sendiri. Mereka adalah
orang-orang yang melihat diri mereka “benar benar sudah mati” dan kecuali ada
bara yang datang dari Altar Tuhan mereka tidak akan berpikir kalau mereka sanggup untuk berbicara
untuk Tuhan.
Dari
teks kita tahu bahwa Tuhan tidak melakukan apapun untuk menentramkan sang nabi;
Dia diam, tapi Dia mengirim malaikat dengan bara dari altar-Nya, yang jelas
menyiratkan bahwa Tuhan mempunyai kesetujuan sempurna dengan apa yang dirasakan
atau yang dipahami sang nabi mengenai keadaan dirinya sendiri. Yang penting
untuk diperhatikan adalah reaksi sang nabi atas pewahyuan dari Tuhan tentang
keagungan-Nya yang gilang gemilang saat Dia disalib, yang mana hal itu
membangkitkan suatu rasa malu yang sangat pada dirinya sendiri. Karl Bath
menulis bahwa realitas dosa tidak dapat diketahui atau dijelaskan kecuali dalam
kaitannya dengan orang yang telah ditaklukan oleh dosa.
Berapa
banyak kita yang dapat berkata bahwa kita tahu realitas dosa? saya sepenuhnya
yakin jika kita tidak tahu realitas dosa sebagaimana Tuhan melihatnya dan yang
Yesaya lihat, kita tidak mempunyai realitas. Realitas dosa adalah dasar fondasi
dari semua realitas manusia dan jika kita tidak memilikinya, semua pengajaran
tentang penebusan dan salib hanyalah sebuah uap; doktrin yang benar tapi tidak
akan menimbulkan efek apapun
Lebih
dari yang kita tahu, kita tanpa terduga telah menurunkan tingkat kepercayaan
kita kepada sebuah bentuk doktrin. Kesetujuan kita terhadap bukti kebenaran
tertentu tidak akan menimbulkan efek apapun bagi kita dan bagi dunia. Dan
mengapa Tuhan harus mengutus seseorang yang dalam kondisi tersebut? apakah Dia
tidak memiliki apapun lagi yang lebih baik untuk dilakukan, tidak ada kandidat
yang lebih baik daripada mengutus seseorang yang begitu dangkal pemahamannya
akan dosa? mengapa Dia harus mengutus seseorang yang belum pernah melihat
kemuliaan-Nya, dan hanya mempunyai pengetahuan yang minim tentang apa arti
penebusan dan apa yang harus Dia bayar untuk penebusan itu ? Paulus mengetahui
apa itu apa artinya takut akan Tuhan dalam hubungannya dengan dosa dan karena
itu dia dapat meyakinkan orang lain (2 Kor 5 : 11). Untuk mengenal Tuhan
seperti Paulus ini seharusnya menjadi prioritas tertinggi bagi kita. Bagaimana
kita dapat tahu realitas dosa dan teror dosa, menyadari bahwa itu adalah
mendasari segala sesuatu ? apa yang Yesus lakukan dan perlihatkan sangat luar
biasa, bagaimana kematian yang harus Dia alami, layak menerima kekaguman kita.
Apakah
kita tidak menyadari bahwa dunia ini sedang sekarat, tanpa fondasi dan tidak
menyadari keabadian? apakah kita telah memberitahukan kepada dunia apa itu
dosa, penghakiman dan neraka? bukankah kita lebih membagi-bagikan berita
tentang Yesus yang tidak mempunyai efek apapun yang dirayakan kelahiran-Nya
pada saat hari natal untuk memberi kesempatan kepada mall-mall atas pesta pora
belanja kita? bahkan Jepang mempunyai hari natal. Dunia telah mengubah berita
kedatangan kelahiran Putra Allah, yang menebus dosa dengan kematian-Nya menjadi
sebuah budaya berbelanja. Bagaimana bisa hal itu tidak melukai kita? bagaimana
bisa kita dengan begitu mudahnya bergabung dengan dunia pergi ke mall-mall dan
memanjakan diri kita daripada kita memboikot event tersebut? Sanggupkah kita
meyakinkan kehidupan orang-orang Yahudi atas teror dosa ? dengan melihat
perayaan natal Kita dibandingkan Hannukah (hari raya orang Yahudi) ? dan
bukankah Hanukkah mereka juga omong kosong seperti “natal” yang kita rayakan ?
dan dunia terus tenggelam menuju kematian sementara perayaan-perayaan ini terus
di rayakan dan entah bagaimana mereka
percaya dan menganggap kalau perayaan-perayaan itu nyata.
Perlu
ada sebuah jeritan keras dari kekristenan, sebuah pengakuan kalau kedatangan
Putra Allah dari surga yang mengambil rupa seorang manusia, dan menderita
akibat dosa seluruh manusia untuk meredakan kemurkaan Bapa-Nya belum kita lihat
secara benar menjadi peristiwa besar dan
pusat dari kejadian sejarah. Sampai pewahyuan itu menghancurkan hati kita dan
sampai kita melihat dosa dalam konteks penderitaan, kerendahan hati dan
penderitaan jiwa-Nya, kita tidak mempunyai pemahaman yang benar tentang dosa
dan oleh sebab itu semuanya akan menderita karena kita tidak mempunyai
pemahaman tersebut.
Apakah
kita benar-benar tahu bagaimana pengaruh dosa intrinsik kepada semua manusia
dan naturnya? Jika kita tidak mempunyai pemahaman yang memadai tentang dosa
maka kita mempunyai pemahaman yang tidak memadai tentang Allah. jika kita
mempunyai estimasi yang rendah tentang dosa bagaimana kita dapat meninggikan
Tuhan? bukankah hal ini (pemahaman kan dosa yang benar) yang membuat kita
menyembah Tuhan dalam arti yang paling benar dan paling dalam? saat kita tiba
pada penyembahan yang sejati, kita akan
mempunyai hubungan yang sangat intim dengan Allah, dan saya percaya pada
saat itulah tempat dari yang namanya realitas dimana otoritas dan kuasa Allah
dilepaskan karena kita sekarang dapat di percaya oleh Allah yang hidup.
Kita
lebih perlu menghargai kata “di utus”. Apakah kita bersedia menunggu untuk di
utus, karena mengetahui bahwa kondisi kita tidak memenuhi syarat, dan kita
tidak mempunyai apapun untuk kita sampaikan yang dapat menjungkirbalikan dunia.
Apakah kita bersedia menunggu Tuhan untuk mengimpartasikan kepada kita sebuah otoritas
untuk menghadapi bangsa-bangsa atau orang-orang yang secara intrinsik
bermusuhan atau acuh tak acuh terhadap pesan yang akan kita sampaikan? Satu
satunya cara seseorang akan mendengar kita dengan benar adalah bergantung dari
apakah mereka benar-benar mengenali bahwa kita di utus dengan otoritas dari
Tuhan, dan membawa sebuah pesan dari Tuhan.
Dari
teks kita mengetahui keadaan Israel sekarang sebagai sebuah bangsa telah
dihukum melalui kata-kata penghakiman yang disampaikan oleh seorang nabi.
Kondisi Israel sekarang tidak berubah dari hati itu sampai hari ini. “sampai”
belum tiba, dan saat itu tiba itu akan datang dalam bentuk kehancuran
apokaliptik dan akan menghancurkan negara Israel pada masa sekarang ini.
analisa saya penghakiman yang jatuh atas Israel oleh perkataan profetik Yesaya
akan diakhiri oleh perkataan profetik yang berbeda. Tapi dimana Yesaya-Yesaya
di zaman kita? adakah sekumpulan orang-orang yang di utus, sekumpulan “Yesaya”
yang dapat di utus, yang perkataannya sekarang akan membuka mata mereka
bukannya malah menutup mata mereka, membuka hati mereka bukannya malan menutup
hati mereka, menyelamatkan bukannya malah menghukum ?
Saya
percaya semuanya ini menanti mereka yang akan di utus, menanti mereka yang
telah melihat kebenaran atas keadaan mereka dan berteriak atasnya, karena
mereka melihat Tuhan dengan utuh dan sebenarnya, tinggi dan menjulang. Tapi apa
yang membuat kita bisa melihat pewahyuan tersebut? dalam tahun matinya raja
Uzia ! saat kita dapat berkata “kudus, kudus, kuduslah Tuhan semesta alam dan
seluruh bumi penuh kemuliaanNya,” tidak hanya di saat-saat kemenangan, tapi
juga di saat-saat kematian dan kekecewaan dan yang tampaknya hal-hal tersebut
menjadi sangat kontradiksi dengan pemahaman kita tentang Allah selama ini, dan
pada saat itulah kita telah tiba ! kita telah tiba pada pengetahuan yang benar;
kita telah melihat Tuhan dan kita telah melihat diri kita sendiri seperti Tuhan
telah melihat kita. Hanya pada saat itukah Dia akan mengampuni kita dan
mengutus kita
Note
: Diterjemahkan dan edit seperlunya agar lebih mudah di mengerti
Sumber
: Sent from God – Isaiah’call
http://artkatzministries.org/articles/sent-from-god-isaiahs-call/
Comments